LAPORAN OBSERVASI


LAPORAN OBSERVASI


TUGAS
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Bimbingan Dan Konseling Perkembangan
Yang dibina oleh Bpk. Widada



Oleh
Yusuf Putra P
(110111405715)





J:\SASTRA.UM.AC.ID\LogoUM\unm-color.bmp




UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN BIMBINGAN KONSELING
April ,2012



PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang
Bimbingan dan Konseling merupakan mata kuliah yang wajib dikuasai oleh calon guru, mengingat peran guru di sekolah sebagai pembimbing yang harus bisa mengarahkan anak didiknya dalam pembelajaran sehingga tercapai tujuan dari pendidikan. 
Sebagaimana kita ketahui bahwa anak didik di sekolah bersifat unik, karenanya guru dituntut untuk bisa mengakomodasi seluruh keunikan peserta didik dengan memberikan bimbingan secara individual serta mengarahkannya kepada hal yang positif. Tugas ini merupakan bagian dari tugas bimbingan dan konseling.

 
  1. Tujuan 
Observasi ini bertujuan untuk mengamati bagaimana aplikasi Bimbingan dan Konseling di MTs Negeri Ciamis sehingga mahasiswa bisa mengambil pelajaran dan mendapat pengalaman langsung tentang Bimbingan dan Konseling.
Observasi ini juga bertujuan untuk mengembangkan kemampuan mahasiswa dalam menganalisis kejadian di lapangan dalam kesesuaiannya dengan teori yang ada sehingga ditemukan perbedaan keduanya dan menemukan reaksi dari perbedaan tersebut, apakah bersifat positif atau negatif.
Terakhir observasi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Bimbingan dan Konseling di Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Darussalam Ciamis Jawa Barat.

 







TINJAUAN TEORITIS


1.      Definisi Bimbingan Konseling
    3.  Asas-asas Bimbingan dan Konseling 
1.      Asas Kerahasiaan,
2.      Asas kesukarelaan,.
3.      Asas keterbukaan,
4.      Asas kegiatan,.
5.      Asas kemandirian,
6.      Asas Kekinian,
7.      Asas Kedinamisan,
8.      Asas Keterpaduan,
9.      Asas Keharmonisan,
10.  Asas Keahlian,
11.  Asas Alih Tangan Kasus

Bimbingan dan Konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling (face to face) oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang sedang mengalami sesuatu masalah (disebut konseli) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi konseli serta dapat memanfaatkan berbagai potensi yang dimiliki dan sarana yang ada, sehingga individu atau kelompok individu itu dapat memahami dirinya sendiri untuk mencapai perkembangan yang optimal, mandiri serta dapat merencanakan masa depan yang lebih baik untuk mencapai kesejahteraan hidup.
2.      Fungsi Bimbingan dan Konseling 
1.                  Fungsi Pemahaman,
2.                  Fungsi Preventif,
3.                  Fungsi Pengembangan,
4.                  Fungsi Penyembuhan,
5.                  Fungsi Penyaluran,
6.                  Fungsi Adaptasi,
7.                  Fungsi Penyesuaian,
8.                  Fungsi Perbaikan
9.                  Fungsi Fasilitasi, 
10.              Fungsi Pemeliharaan
  




4.   Jenis-jenis Layanan Bimbingan dan Konseling
Prayitno, menjelaskan bahwa layanan BK mencakup sembilan jenis layanan, yaitu:
  1. Layanan Orientasi
  2. Layanan Informasi
  3. Layanan Penempatan dan Penyaluran
  4. Layanan Penguasaan Konten.
  5. Layanan Konseling Individual
  6. Layanan Bimbingan Kelompok
  7. Layanan Konseling Kelompok
  8. Layanan Mediasi
  9. Layanan Konsultasi

HASIL OBSERVASI

  1. Kondisi Objektif sekolah
SMP Negeri 2 Kalitidu terletak di Desa Ngringinrejo, tepatnya di Jalan Letjen H. Soedirman Ngringinrejo Kec. Kalitidu Kab. Bojonegoro Telp. (0353) 511252. SMP Negeri 2 Kalitidu dipimpin oleh seorang kepala sekolah bernama Drs. H Amaruddin, M.PdI. Adapun guru khusus BK sebanyak satu orang yaitu Ibu Dra. Supadminingsih, M.Pd. Adapun dalam pelaksanaan program Bimbingan dan Konseling guru BK dibantu oleh wali kelas.
Keadaan siswa di SMP Negeri 2 Kalitidu 554 orang dengan komposisi Kelas VII sebanyak 191 orang (7 Rombel), kelas VIII sebanyak 187 orang (7 Rombel) dan kelas IX sebanyak 196 orang (7 Rombel).
Sebagian besar siswa di SMP Negeri 2 Kalitidu berasal dari lingkungan sekitar sekolah dan beberapa Desa di lingkungan sekolah. 
Tingkat ekonomi orang tua anak didik di SMP Negeri 2 Kalitidu, sebagian besar adalah menengah ke bawah. Hal ini cukup berpengaruh terhadap proses pembelajaran di sekolah.



  1. Kegiatan Bimbingan dan Konseling di SMP Negeri 2 Kalitidu
Program Bimbingan dan Konseling di SMP Negeri 2 Kalitidu meliputi : 
    1. Perencanaan 
      1. Persiapan
        1. Penyusunan Program yang meliputi program tahunan dan program semester.
        2. Pembagian Tugas 
        3. Konsultasi Program
        4. Penyediaan Sarana dan Prasarana 
      2. Materi Kompetensi Bimbingan dan Konseling
        1. Mencapai perkembangan diri sebagai remaja yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
        2. Mempersiapkan diri menerima dan bersikap positif serta dinamis terhadap perubahan fisik dan psikis yang terjadi pada diri sendiri untuk kehidupan yang sehat.
        3. Mencapai pola hubungan baik dengan teman sebaya dalam perannya sebagai pria dan wanita.
        4. Memantapkan nilai dan cara bertingkah laku yang dapat diterima dalam kehidupan sosial yang lebih luas.
        5. Mengenal kemampuan bakat dan minat serta arah kecenderungan karier dan apresiasi seni.
        6. Mengembangkan pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan kebutuhannya untuk mengikuti dan melanjutkan pelajaran dan atau mempersiapkan karier serta berperan         di masyarakat.
        7. Mengenal gambaran dan mengembangkan sikap tentang kehidupan mandiri secara emosional, sosial dan ekonomi.
        8. Mengenal sistem etika dan nilai-nilai bagi pedoman hidup sebagai pribadi dan anggota masyarakat.
      1. Meningkatkan kerjasama dengan :
        1. Orang tua dan Komite Sekolah.
        2. Instansi Terkait.
      1. Menyusun laporan bulanan, semester dan tahunan.
      2. Melakukan evaluasi program Bimbingan dan Konseling dan pelaksanaan kegiatan layanan        Bimbingan dan Konseling.
    1. Perorganisasian 
Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di SMP Negeri 2 Kalitidu dipimipin langsung oleh Kepala Sekolah, namun dalam tataran teknis, pelaksanaan bimbingan dan konseling dilakukan oleh guru BK yang berkoordinasi dan bekerja sama dengan wali kelas dari masing-masing kelas.
Guru BK yang ada di SMP Negeri 2 Kalitidu sebanyak satu orang, yaitu Ibu Dra. Supadminingsih, M.Pd. Beliau lulusan Universitas Negeri Surabaya jurusan Bimbingan dan Konseling tahun 1991. Jumlah guru BK ini kurang dari standar yang ditetapkan yaitu minimal 1 orang guru BK melayani 150 orang siswa, dengan demikian standar minimal di SMP Negeri 2 Kalitidu sebanyak 3 orang untuk melayani siswa sebanyak 554 orang.
    1. Program Kegiatan Bimbingan Konseling.
      1. Layanan Orientasi dilakukan agar siswa memahami lingkungan sekolah barunya untuk mempermudah dan memperlancar berperannya siswa di lingkungan sekolah. Biasanya dilakukan di awal tahun ajaran dengan tujuan agar tercapai fungsi penyesuaian dimana siswa menemukan lingkungan baru yang dianggap asing oleh mereka. Layanan orientasi biasanya meliputi pengenalan lingkungan sekolah, penanaman kedisiplinan dan motivasi belajar. 
      2. Layanan Informasi. Layanan informasi diberikan dengan tujuan agar anak memahami beberapa informasi yang dapat dipergunakan dalam pengambilan keputusan bagi peserta didik, khususnya yang berhubungan dengan masalah belajar, melanjutkan studi, karier dan lain-lain.
      3. Layanan Bimbingan Kelompok. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah berkembangnya masalah atau kesulitan pada diri siswa. Isi kegiatan bimbingan kelompok terdiri atas penyampaian informasi yang berkenaan dengan masalah pendidikan, pekerjaan, pribadi, dan masalah sosial yang tidak disajikan dalam bentuk pelajaran. 
      4. Layanan Individual dilakukan untuk membantu siswa dalam menghadapi berbagai kesulitan, baik yang berhubungan dengan pendidikan, keluarga, karier maupun sosial.



      1. Melakukan penanganan kasus. Ini dilakukan sebagai manifestasi dari fungsi penyembuhan. Hal ini dilakukan terhadap siswa yang bermasalah dengan pendekatan yang baik, bertolak dari latar belakang terjadi masalah tersebut. Bimbingan ini dilakukan dengan penerapan prinsip penekanan pada hal positif sebagai upaya membantu siswa menemukan kebenaran dan meninggalkan perilaku negatifnya. 
      2. Melakukan kerjasama dengan guru, wali kelas, orang tua, dan masyarakat dalam membimbing siswa dalam mencapai tugas perkembangannya, baik melalui kerjasama terikat maupun tidak terikat.
    1. Beberapa Kasus yang Terjadi
      1. Kebiasaan Merokok
Sebagian anak mulai mengenal merokok pada kelas VIII. Penanganan yang dilakukan Guru BK melakukan layanan perbaikan kepada siswa yang kedapatan merokok di sekolah, serta mulai mengagendakan bimbingan kelompok di kelas untuk mengefektifkan fungsi preventif sejak dini dengan materi tentang bahaya merokok. dengan menampilkan beberapa media.
      1. Perkelahian
Perkelahian dominan terjadi di kelas VII. Penanganan yang dilakukan Guru BK bekerja sama dengan wali kelas memberikan layanan mediasi untuk mendamaikan yang bertikai kemudian menelusuri latar belakang perkelahian, latar belakang kehidupan anak yang berkelahi dengan melakukan wawancara dan observasi dan dilanjutkan dengan layanan Konseling.
      1. Bolos Sekolah
Bolos dominan terjadi di kelas VIII. Guru BK bekerja sama dengan wali kelas menelusuri latar belakang bolos sekolah pada anak tertentu, kemudian menindaklanjutinya dengan Layanan Konseling Individu dan kunjungan rumah.
    1. Mekanisme Penanganan Siswa Bermasalah
Siswa bermasalah dilaporkan kepada wali kelas untuk ditangani, wali kelas melakukan konsultasi dan koordinasi dengan guru BK dalam penanganan anak, jika tidak bisa diatasi, siswa diserahkan kepada guru BK untuk mendapatkan layanan Konseling, jika guru BK tidak mampu menanganinya maka diserahkan kepada pejabat lain yang lebih ahli(Alih tangan kasus).

    1. Administrasi Bimbingan dan Konseling
Kegiatan Bimbingan dan Konseling di SMP Negeri 2 Kalitidu telah dilengkapi dengan administrasi yang baik, meliputi buku tamu, buku konsultasi siswa, buku catatan kejadian, buku wawancara orang tua, program tahunan, evaluasi kegiatan, analisis hasil.
    1. Sarana dan Prasarana
Lembaga Bimbingan dan Konseling di SMP Negeri 2 Kalitidu telah memiliki ruangan tersendiri yang dilengkapi dengan sarana yang cukup, sehingga dalam operasionalnya bisa dilakukan setiap hari kerja dengan baik.
    1. Anggaran
Kegiatan Bimbingan dan Konseling di SMP Negeri 2 Kalitidu didukung oleh anggaran yang dialokasikan dari Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
    1. Peningkatan Sumber Daya Manusia
Diantaran upaya meningkatkan kompetensi guru-guru BK adalah : 
      1. Mengikuti kajian ilmiah yang berhubungan dengan Bimbingan dan Konseling.
      2. Mengikuti Musyawarah Guru Bimbingan Konseling (MGBK) di Kabupaten.
      3. Adanya sharing dengan guru BK dari sekolah lain dalam penanganan masalah siswa.
      4. Penyediaan literatur yang berhubungan dengan BK.
    1. Evaluasi
Guru Bimbingan dan Konseling melakukan evaluasi secara rutin terhadap seluruh kegiatan Bimbingan dan Konseling yang telah dilakukan, sehingga dapat dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan untuk menentukan langkah selanjutnya dalam BK.

 






  1. Analisis Bimbingan Konseling di SMP Negeri 2 Kalitidu
Pada dasarnya sekolah telah melakukan beberapa fungsi bimbingan konseling yang dimanifestasikan dalam beberapa layanan, diantaranya :
    1. Fungsi Penyesuaian, diwujudkan dengan layanan orientasi pada awal tahun ajaran.
    2. Fungsi Penyaluran
Fungsi ini telah dilakukan melalui layanan individual yang diperkuat dengan layanan kelompok dengan tujuan agar siswa lebih memahami diri dan lingkungannya serta dapat mengambil keputusan yang tepat bagi dirinya
  1. Fungsi Preventif 
Fungsi ini dilakukan melalui layanan bimbingan kelompok dengan mengundang beberapa tokoh terkait untuk menjelaskan beberapa hal yang berhubungan dengan bimbingan dan konseling.
    1. Fungsi Penyembuhan dan perbaikan
Fungsi ini telah dilakukan dengan penanganan terhadap siswa yang memiliki masalah khusus dan mengarahkan mereka untuk memperbaiki kekeliruan dalam berfikir, berperasaan dan bertindak (berkehendak).
    1. Fungsi Pemeliharaan
Fungsi ini bertujuan untuk menjaga kondisi kondusif yang telah tercapai, dilakukan dengan sosialisasi tata tertib sekolah dan pentingnya kedisiplinan bagi masa depan siswa.
Asas Bimbingan dan Konseling menjadi dasar dalam pelaksanaan program, diantara asas tersebut :
    1. Asas kerahasiaan, data siswa terjaga kerahasiaannya, kecuali bagi yang berkepentingan untuk membantu siswa dalam mencapai tugas perkembangannya.
    2. Asas Keterbukaan dan Kesukarealaan, siswa selalu terbuka dan suka rela dalam memberikan informasi kepada guru BK demi untuk mencapai penyelesaian dari permasalahan yang dihadapi.
    3. Asas Kemandirian, bimbingan diarahkan untuk mencapai kemandirian pada individu siswa.
    4. Asas Keterpaduan, seluruh kegiatan bimbingan didasarkan kepada tujuan yang sama yakni mefasilitasi anak untuk mencapai tugas perkembangannyan dengan baik dan mencapai kemandirian.
    5. Asas Keharmonisan, bimbingan dilakukan sesuai dengan norma agama, susila dan norma lain yang berlaku di masyarakat.
    6. Asas Keahlian, walaupun guru BK hanya satu orang, tetapi bimbingan diupayakan dilakukan berdasarkan kaidah-kaidah profesional.
    7. Asas Alih Tangan Kasus, kasus yang tidak tertangani diserahkan kepada pihak yang lebih ahli.



  1. Penutup
Pada dasarnya bimbingan dan konseling di SMP Negeri 2 Kalitidu telah berjalan sesuai dengan fungsi dan asas bimbingan dan konseling. 
Perbandingan jumlah guru BK dengan jumlah siswa masih kurang, tetapi hal tersebut bisa ditangani dengan terbentuknya kerjasama antara guru BK dan wali kelas.
Anggapan bahwa BK merupakan polisi sekolah mulai pudar, hal ini dibuktikan dengan adanya kesadaran diri dari beberapa siswa untuk datang langsung ke Ruangan BK untuk mendapatkan layanan BK.

READMORE
 

JURNAL Landasan Sosial Budaya BK


GAYA PENGASUHAN ORANG TUA DALAM PERKEMBANGAN ANAK




JURNAL
Untuk memenuhi tugas akhir matakuliah
Landasan Sosial Budaya BK
Yang dibina oleh Dr.Andi Mappiare AT.,M.Pd


Oleh:
Yusuf  Putra Pratama
110111405715
BK-B

J:\SASTRA.UM.AC.ID\LogoUM\unm-color.bmp










UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN BIMBINGAN KONSELING DAN PSIKOLOGI
Mei,2012





GAYA PENGASUHAN ORANG TUA DALAM PERKEMBANGAN ANAK


ABSTRAK


Kecerdasan tingkat emosional anak dipengaruhi oleh banyak faktor, yang terpenting antara lain adalah melalui Formulir pengasuhan gaya pola asuh mempengaruhi emosional
kecerdasan dan kepribadian anak secara umum, adalah melalui pola asuh demokratis, dan orang tua yang merupakan pelatih emosi. Pengaruh pola asuh demokratis dan pelatih emosi, anak-anak hasil kondusif yang percaya diri, mandiri, imajinatif, mudah beradaptasi dan dibawa menyukai banyak orang. Anak-anak mendapatkan pola asuh demokratis dan menekankan pelatihan emosi umumnya mereka cenderung nilai terbaik diperoleh dari akademic, yang menghubungkan lebih baik dengan teman mereka, tidak mengalami banyak masalah perilaku dan tindak kekerasan tidak mudah. Orangtua terampil secara emosional, dapat membantu anak untuk mendapatkan nilai tertinggi dari akademic, yang menghubungkan lebih baik dengan teman mereka, dapat membantu anak dengan dasar emosional
keterampilan seperti; belajar bagaimana mengenali, perasaan telah mengeksploitasi, empati dan perasaan pegangan yang muncul dalam hubungan keluarga.

Kata kunci: gaya orangtua, kecerdasan emosional, dan perkembangan emosional anak



Pendahuluan
   Secara sekilas, kehidupan sehari-hari menampakkan fenomena yang biasa saja. Bila dikaji lebih mendalam, ternyata menghadirkan disparitas fenomena yang menyiratkan banyak persoalan dan memiliki lingkup yang sangat kompleks. Dalam era global dewasa ini, kompleksitas masalah kehidupan mengalami perubahan yang cepat sekali. Hal ini memberikan kesan bahwa kehidupan sehari-hari semakin menggalau dan beraneka. Dengan cara pandang tertentu yang cermat, tajam dan menyeluruh dapat dimunculkan pertanyaan, mengapa perubahan itu terjadi? Pertanyaan tersebut membuat fenomana-fenomena menunjukkan keteraturannya. Jika dalam era globalisasi tidak ada upaya untuk mengantisipasi, manusia dapat larut dan hanyut di dalamnya.
   Berkaitan dengan itu, perubahan yang cepat mengharuskan adanya pelbagai upaya terhadap anak agar mereka memiliki kemampuan untuk mengantisipasi, mengakomodasi dan mewarnainya. Salah satu upaya yang esensial maknanya adalah dengan Gaya Pengasuhan Orangtua ... (Syuul T. Karamoy) melatih dan mengembangkan emosi. Upaya ini menunjukkan perlu adanya posisi dan tanggung jawab dari orangtua. Karena orangtua berkewajiban meletakkan dasar-dasar emosional anak. Kehidupan keluarga merupakan sekolah pertama untuk mempelajari emosi; dalam lingkungan yang akrab ini kita belajar bagaimana merasakan perasaan kita sendiri dan bagaimana orang lain menanggapi perasaan kita.
   Sejalan dengan ini, menurut Dany (2004) dalam materi perkuliahan psikologi lintas budaya, bahwa kecerdasan emosional meliputi kemampuan untuk memahami dan mengelola emosi diri sendiri disamping kemampuan mengenali emosi orang lain dan membina hubungan dengan orang lain sangat dipengaruhi oleh budaya setempat. Pengalaman emosi tergantung pada interpretasi seseorang mengenai lingkungan dimana emosi itu terbangkitkan. Hal penting dalam proses yang menghasilkan pengalaman emosi adalah bagaimana seseorang menginterpretasikan peristiwa-peristiwa di sekitar mereka. Emosi adalah label dari perilaku atau peristiwa internal individu yang terbangkitkan pada situasi tersebut.
   Seting pendidikan keluarga melalui gaya pengasuhannya merupakan salah kecerdasan emosional anak. satu wadah penggodokan emosi dalam budaya tersebut. Emosinya yang tidak berkembang dan tidak terkuasai, sering  membuatnya berubah-ubah dalam Peran Keluarga. menghadapi persoalan dan bersikap terhadap orang lain sehingga banyak menimbulkan konflik.
Gaya pengasuhan orangtua sangat mempengaruhi kecerdasan emosional anak. Hal ini senada dengan pendapat Goleman (2001) memandang masa balita anak. sebagai masa emas bagi perkembangan emosional.Bagaimana seorang anak mendapatkan pelajaran emosi yang sangat mendalam dalam kehidupan keluarga, jika seringkali terulang hal-hal yang tidak berikut ini: menyenangkan selama masa kanak-kanak, kejadian-kejadian tersebut akan menimbulkan sejumlah pesan emosional yang sangat mendalam atau paling mendasar seumur hidup, pelajaran yang dapat menetukan arah kehidupan.
   Pandangan-pandangan tersebut mengimplikasikan bahwa perlakuan-perlakuan pada awal masa kehidupan itu memandikan, terjadi dalam fingkungan keluarga, sangat memegang peran penting (kunci) dalam pembentukan struktur dasar kepribadian seseorang. Apa yang dilakukan dan keluarga, diberikan oleh pihak keluarga menjadi perlakuan sumber perlakuan pertama yang akan mempengaruhi pembentukan karakteristik pribadi dan perilaku anak. Berdasarkan paparan dalam latar belakang tersebut, maka penulis ingin merumuskan permasalahan yang akan dikaji adalah sebagai berikut:
 (1) Apa peran keluarga perkembangan kecerdasan emosional anak? (2) Bagaimana bentuk-bentuk gaya pengasuhan orangtua dan pengaruhnya terhadap perkembangan kecerdasan emosional anak?
   Bertolak dart rumusan permasalahan di atas maka tujuan penulisan ini adalah: (1) Untuk memperoleh gambaran yang jelas dan rinci tentang peran keluarga dalam perkembangan emosional anak.(2) Untuk memperoleh gambaran yang jelas dan rinci tentang bentuk-bentuk gaya pengasuhan orangtua dan pengaruhnya terhadap perkembangan emosional anak.



Pembahasan
Konsep - Konsep Gaya Pengasuhan Orangtua
   Sejak lama keluarga sudah dikenal sebagal Iingkungan pendidikan yang pertama clan yang utama. Predikat ini mengindikasikan betapa esensialnya peran dan pengaruh keluarga dalam pembentukan perilaku dan kepribadian anak.
Pandangan yang sangat menghargai posisi dan peran keluarga, sebenarnya merupakan sesuatu yang istimewa. Pandangan seperti ini sangat logis dan mudah dipahami karena beberapa alasan berikut ini:
Pertama, keluarga lazimnya merupakan pihak yang paling awal membedkan banyak perlakuan kepada anak Begitu anak lahir, pihak keluargalah yang langsung
menyambut dan memberikan layanan interaktif kepeda anak. Hal ini diwujudkan dalarn bentuk perilaku menyusui, menyayangi, memberi makan,membantuberpakaian, melindungidan berbagagai bentuk lainnya. Apa yang akan dilakukan dan diberikan oleh pihak keluarga tersebut menjadi sumber perlakuan pertama yang akan mempengaruhi pembentukan karakteristik pribadi dan perilaku anak. Menurut banyak ahli, pengalaman hidup pada mass awal ini akan menjadi fundasi bagi proses perkembangan dan pembelajaran anak selanjutnya.Goleman (1995) memandang masa balita sebagai masa emas bagi perkembangan kecerdasan emosional.
Kedua, sebagian besar waktu anak lazimnya dihabiskan di Iingkungan keluarga. Kalau di sekolah anak menghabiskan waktu sekitar 5-6 jam, maka di rumah anak bisa menghabiskan waktu sekitar dua kali lipat atau lebih dari itu. Besamya peluang dan kesempatan interaksi ini akan sangat besar pengaruhnya trhadap perkembangan anak. Jika kesempatan yang banyak ini diisi dengan hal-hal yang bermakna dan positif bagi perkembangan anak, maka kecenderungan pengaruhnya akan positif pula. Tetapi kalau kesempatan yang banyak itu disia-siakan, apalagi diisi dengan hal-hal yang tidak mendukung perkembangan anak, maka pengaruhnya bias menjadi sangat lain.
Ketiga,karakteristik hubungan orangtua-anak berbeda dari hubungan anak dengan pihak-pihak lainnya (guru, teman, dan sebagainya). Orangtua, di samping anak memiliki ketergantungan secara materi, is juga memiliki ikatan psikologis tertentu yang sejak dalam kandungan sudah dibangun melalui jalinan kasih sayang dan pengaruh-pengaruh normatif tertentu. Kualitas hubungan psikologis ini tidak dimiliki anak dalam berhubungan orang lain, termasuk dengan guru di sekolah.
Dalam prakteknya, bagaimanapun pengaruh keluarga itu akan hervariasi. Hal itu
tergantung kepada bentuk, kualitas, dan intensitas perlakuan yang terjadi, di samping tergantung pula kepada kondisi anak sendiri. Walaupun ada semacam prinsip-prinsip umum yang dapat dijadikan bahan rujukan oleh emosional ada orangtua dalam memperlakukan anak, unsur keunikan anak tetap merupakan hal yang tidak dapat diabaikan.
            Tampaknya sangat sulit untuk memilah-milah perilaku-perilaku apa yang secara khusus dipengaruhi oleh lingkungan keluarga dan perilaku-perilaku yang dipengaruhi oleh lingkungan-lingkungan lainnya. Secara teoritis, kita bias saja merumuskan fomiulasi matematis untuk menghitung bobot pengaruh dari setiap lingkungan tersebut. Namun secara praktis, kita akan sangat sulit untuk mencari angka-angka nyata yang diperlukan untuk mengisi formulasi matematis tersebut.
            Namun demikian, bila dilihat dari proses dan materi interaksi yang terjadi pada masing-masing lingkungan, secara logis dapat diperkirakan, perilaku -perilaku apa yang terutama dipengaruhi oleh pengaruh lingkungan tertentu. Dalam hal perkembangan kognisi anak misalnya, lingkungan sekolah akan cenderung lebih banyak memberikan pengaruh langsung dari pada lingkungan keluarga. Peran keluarga lebih banyak bersifat memberikan dukungan baik dalam hal penyediaan fasilitas maupun penciptaan suasana belajar yang kondusif. Sebaliknya, dalam hal pembentukan perilaku, sikap dan kebiasaan, penanaman nilai, dan perilaku-perilaku sejenisnya, lingkungan keluarga bisa memberikan pengaruh yang sangat dominan. Di sini lingkungan keluarga dapat memberikan pengaruh kuat dan sifatnya langsung. Berkenaan dengan pengembangan aspek-aspek perilaku seperti itu, keluarga dapat berfungsi langsung sebagai lingkungan kehidupan nyata untuk mempraktekkan aspek-aspek perilaku tersebut..





Bentuk-Bentuk Gaya Pengasuhan Orangtua Dan Pengaruhnya Terhadap Perkembangan Kecerdasan Emosional Anak

Gottman dan De Claire(1997) menyatakan bahwa dalam hubungannya dengan pengembangan kecerdasan emosional ada 4 gaya pengasuhan orangtua dalam mengasuh anaknya:
(1)  orangtua yang mengabaikan;
(2) orangtua yang tidak menyetujui;
(3) orangtua yang laissez- faire;
(4) orangtua yang pelatih emosi

Ciri-ciri Orangtua yang Mengabaikan
Ciri-ciri orangtua yang mengabaikan antara lain:
- Mlepaskan diri atau mngabaikan perasaan-perasaan si anak itu tidak perlu  diprhtikn.
- Memperlihatkan sedikit minat pada apa yang ingin disampaikan oleh si anak.
- Berpendapat bahwa memusatkan perhatian pada emosi-emosi negatif
- Melihat emosi-emosi si anak sebagai tuntutan untuk membereskan segala sesuatu
- Percaya bahwa emosi-emosi negatif berarti bahwa anak itu tidak menyesuaikan diri dengan baik
Akibat gaya ini terhadap anak-anak adalah mereka belajar bahwa perasaanperasaan mereka keliru, tidak tepat, atau tepat. Boleh jadi mereka belajar bahwa "dari sananya" ada sesuatu yang salah dengan mereka karena cara mereka merasa. Boleh jadi mereka menghadapi kesulitan untuk mengatur emosi-emosi mereka sendiri.
Orangtua yang tidak menyetujui sebetulnya mempunyai banyak persamaan dengan orangtua yang mengabaikan. Pebedaan kedua orangtua ini terletak pada orangtua yang tidak menyetujui. tersebut kritis dan tidak berempati saat anak-anak mereka mengantarkan pengalaman emosionalnya. Orangtua seperti ini bukan sekedar mengabaikan, menyangkal atau meremehkan emosi-emosi negatif anaknya, tetapi juga mereka tidak menyetujuinya. Oleh karena itu anak-anak mereka seringkali dimarahi, ditertibkan, atau dihukum karena mengungkapkan kesedihan, amarah dan ketakutan.




Ciri-ciri Orangtua yang Tidak Menyetujui
Ciri-ciri orangtua yang tidak menyetujui antara lain:
- Menilai dan mengacau ungkapan emosional anak.
- Menekankan kepatuhan, terhadap pedoman-pedoman yang baik atau tingkah laku
   yang baik.
- Berpendapat bahwa emosi membuat orang lemah, anak-anak harus melawan
   emosinya supaya dapat bertahan hidup.
- Memperhatikan ketaatan anak padaorangtua atau guru.
Akibat gaya ini terhadap perkembangan kecerdasan emosional anak adalah sama dengan gaya orangtua yang mengabaikan.

Ciri-ciri Orangtua yang Laissez-faire
Gottman & De Claire (1997) mengartikan orangtua yang laissez-faire perilaku orangtua yang menerima emosi anak dan berempati pada mereka, tapi tidak memberikan bimbingan atau menentukan batas-batas pada perilaku anak mereka.. Ciri-ciri orangtua yang laissez-faire antara lain sebagai berikut:
- Menwarkan pnghiburan kpada anak yng sedang mengalami prasaan-perasan negatif.
- Terlalu mudah memberikan izin dan tidak menentukan batas-batas.
- Tidak membantu anak menyelesaikan masalah.
- Tidak mengajarkan anak cara menyelesaikan masalah.
Dampak dari gaya pengasuhan orangtua yang laissez-faire pada kehidupan emosional anak adalah anak akan suka berontak, membantah, suka mengamuk, cengeng, egois, kurang percaya diri, kebingungan, kematangan jiwa sosialnya lambat, ketergantungan, sulit mengatur emosi, dan sulit berkonsentrasi. Walaupun demikian anak mudah menjalin persahabatan dan bergaul dengan orang lain

Ciri-ciri Orangtua yang Pelatih Emosi
   Bila orang tua yang mengabaikan dan orang tua yang tidak menyetujui dan orang tua yang laizzez-faire lebih banyak berdampak negatif pada perkembangan emosionalitas anak, maka tidak demikian halnya dengan gaya pengasuhan orangtua yang pelatih emosi. Para ahli psikologi dan pendidikan sepakat bahwa orang tua yang menerapkan gaya melatih emosi dan gaya pengasuhan demokratis, anak-anak mereka lebih memiliki kematangan dan kecerdasan emosional.
- Menghargai emosi-emosi negatif anak sebagai -sebuah kesempatan untuk
   semakin akrab.
- Sabar menghabiskan waktu dengan anak yang sedang sedih, marah atau takut tdak
   menjadi berang menghadapi emosi-emosi itu.
- Melihat dunia emosi negatif sebagai arena yang panting dalam mengasuh anak.
- Tidak bingung atau cemas menghadapi ungkapan-ungkapan emosional anak,
   mengatakan apa yang perlu dilakukan.
- Tidak mengaanggap lucu atau meremehkan perasaan nehatif anak.
- Menggunakan saat-saat emosional sebagai saat untuk: mendengarkan, berempati dengan kata-kata yang menyejukkan dan kemesraan, menawarkan petunjuk tentang mengatur emosi, menentukan batas-batas dan mengajar ungkapan-ungkapan emosi yang dapat diterima, mengerjakan ketrampilan – ketrampilan untuk mengatasi masalah.
Sebetulnya orang tua yang pekatiahan emosi tidak jauh berbeda dengan orang tua yang demokratis, orang tua memperlakukan anak dengan menerima mereka sebagaimana adanya tetapi tidak berarti membiarkan anaknya berkembang menurut kemampuannya sendiri tidak bertindak berlebihan dalam mendidik anak mendorong dan memberikan kesempatan untuk mandiri menggunakan potensinya secara maksimal, memberikan penghargaan dalam situasi yang tepat, memberikan  pengarahan dan mengerti secara carmat dan bijaksana.
Pengaruh gaya pengasuahan yang demikian, memungkinkan menghasilkan anak-anak yang percaya diri, mandiri, imajinatif mudah beradaptasi, dan disukai banyak orang .melalui penelitianya Gottman & De Claire (1997) berkesimpulan bahwa anak-anak yang dapat pola asuh demokratis dan menekankan pelatihan emosi, umumnya mereka memperoleh nilai akademik yang tinggi, bergaul lebih baik dengan teman-temanya, tidak banyak mengalami masalah perilaku dan tidak gampang nelakukan tindak kekerasan, serta secara emosional lebih sehat dan cerdas.

Gaya Pengasuhan Orang Tua Dalam Mengembangkan Kecerdasan Anak
Ada dua jenis pemikiran dalam diri manusia (Goleman,1995).
Peratama, pikiran rasional,digunakan sebagai model pemahaman yang mempunyai ciri disadari, lebih menonjol kesadarannya, arif, mampu bertindak hati-hati.
Kedua, pikiran emosional. Pikiran emosional menjadikan seseorang dapat bertindak tidak logis, tidak bijaksana, dan tidak hati-hati. Goleman (1995) mengatakan bahwa kecerdasan emosional sangat vital dalam kehidupan manusia. Bahkan emosi menjadi titik pusat jiwa manusia. Kedudukan emosi dalam jiwa manusia dapat mengalahkan posisi nalar. Pada saat tertentu emosi menuntun manusia dalam menghadapi situasi kritis dan tugas-tugas yang tidak dapat dikerjakan dengan akal. Pada umumnya orang beranggapan bahwa penentu keberhasilan dalam hidup seseorang tergantung pada aspek berpikir rasional. Menurut Goleman (1995), pandangan ini sebenarnya keliru, sebab dalam pengambilan keputusan dan tindakan aspek emosi mempunyai peranan yarn penting. Bahkan, dapat dikatakan emosi lebih penting dari akal. Kecerdasan nalar tidak berfungsi jika emosi telah menguasai mental manusia. Dalam kehidupan manusia yang ideal, ada keselarasan antara pikiran emosional dan pikiran rasional. Pikiran rasional sangat penting bagi pikiran emosional, dan sebaliknya pikiran emosional sangat penting bagi pikiran rasional. Jika dalam diri manusia pikiran emosional muncul lebih dominan maka keseimbangan manusia akan goyah. Pikiran emosional yang dominan akan menguasai pikiran rasional.
Peter Salovey dalam Goleman (1995) memperluas kecerdasan emosional menjadi lima wilayah utama. Pertama mengenal emosi din, yaitu kesadaran diri untuk mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. Kedua, mengelola emosi, yaltu menangani perasaan agar dapat terungkap dengan tepat.
Ketiga, memotivasidiri, yaituupayamengendafikan emosi, menahan diri terhadap kepuasan dan mengendalikan dorongan hati. Ini dapat menjadi landasan
keberhasilan dalam berbagai bidang. Keempat, mengenali emosi orang lain dalam bentuk empati kepada orang lain, lebih mampu menangkap sinyal-sinyal social yang tersembunyi, yang mengisyaratkan apa-apa yang dibutuhkan memerlukan kesadaran emosional. atau dikehendaki orang lain. Kelima, membina hubungan, yaitu seni membina hubungan suatu keterampilan mengelola emosi orang lain.
Goleman(1999) mengemukakan pendidikan emosi yang ada di Neuva inti School. Bahan yang diajarkan adalah self science. Pada dasarnya menitikberatkan pada perasaan diri sendiri dan perasaan yang muncul sebagai akibat adanya interaksi dengan orang lain. Unsur utama self science adalah kesadaran diri, pengambilan keputusan pribadi, mengelola perasaan, menangani stress, empati, komunikasi, membuka diri, pemahaman terhadap pola-pola dalam kehidupan emosional, menerima diri sendiri, tanggung jawab pribadi, ketegasan, dinamika kelompok, dan menyelesaikan konflik.
Menurut Goleman (1995), unsur utama mengembangkan kecerdasan emosional meliputi: (1) keyakinan pernikahan. (perasaan optimis berhasil), (2) rasa ingin tahu
(perasaan ingin menyelidiki sesuatu yang positif dan menyenangkan), (3) niat (hasrat dan kemauan untuk berhasil dengan tekun, perasaan terampil, dan perasaan efektif), (4) kendali diri (kemampuan untuk menyesuaikan dan mengendalikan tindakan), (5) keterkaitan (kemampuan untuk melibatkan diri dengan orang lain), (6) kecakapan berlandaskan cinta (keyakinan dan kemampuan verbal untuk bertukar gagasan, perasaan, dan konsep dengan orang lain), dan (7) kooperatif (kemampuan untuk menyeimbangkan kebutuhannya sendiri dengan kebutuhan orang lain dalam kegiatan kelompok).
   Seting pendidikan keluarga melalui gaya pengasuhan orangtua adalah merupakan salah satu wadah penggodokan emosi (pendidikan kecerdasan emosional). Pembelajaran emosi itu di mulai pada saat-saat awal kehidupan, konsep latihan emosi merupakan konsep sederhana yang didasarkan pada akal sehat dan berakar pada perasaan terdalam kita yaitu kasih sayang dan empati terhadap anak-anak Pelatihan emosi merupakan seni yang memerlukan kesadaran emosional.
Semua pergaulan kecil antara orangtua dan anak mempunyai makna emosional yang tersembunyi dan dalam pengulangan pesan-pesan ini selama bertahun-tahun, anak-anak membentuk inti pandangan serta kemampuan emosionalnya.
Sehubungan dengan hal ini maka, intinya adalah dalam membentuk satu keluarga harus dipersiapkan dengan matang. Dalam pengertian psikologis, keluarga adalah sekumpulan orang yang hidup bersama dalam tempat tinggal bersama dan masing-masing anggota merasakan adanya pertautan batin sehingga terjadi saling mempengaruhi, dan sating memperhatikan satu dengan yang lain. Sedangkan dalam pengertian pedagogis keluarga adalah satu persekutuan hidup yang dijalin oleh kasih sayang antara pasangan dua jenis manusia yang dikukuhkan oleh pernikahan.
Menjadi orangtua yang baik bagi anak hendaknya berusaha membina ikatan-ikatan emosional yang lebih kuat dengan anak, dengan demikian menolong anak mengembangkan suatu tingkat kecerdasan emosional yang tinggi. Semua orangtua melalui gaya pengasuhannya dapat menjadi pelatih emosi bagi anak-anaknya dengan berlandaskan cinta dan kasih. Berusaha menyisihkan waktu untuk mendengarkan dengan penuh empati, tanpa mengadili.
Implimentasi kecerdasan emosional dalam seting pendidikan keluarga yaitu melalui gaya pengasuhan orang tua yang menerapkan gaya pengasuhan demokratis dan pelatih emosi. Bentuk gaya pengasuhan yang demokratis dan pelatih emosi perilaku orangtua yaitu : mengontrol, hangat, rasional dan secara verbal menghargai disiplin, kepercayaan diri juga keunikan. Sedangkan karakteristik anak yang diasuh oleh orangtua demokratis dan pelatih emosi yaitu : mandiri, bertanggung jawab secara sosial, memiliki kendali diri, bersifat eksploratif dan percaya diri. Anak-anak yang dibesarkan dalam keluarga yang demokratis memperlihatkan penyesuaian diri yang lebih balk, anak-anak yang dibesarkan dalam keluarga yang pelatih emosi mereka menjadi sangat terlatih dalam seni menghibur did dan mereka dapat tetap tenang meskipun mendapat tekanan batin, juga membuat mereka berkurang kemungkinannya untuk bertindak keliru. Orangtua pelatih emosi secara konsisten tanggap terhadap anakanak mereka.
   Itulah sebabnya gaya pengasuhan orangtua yang demokratis dan pelatih emosi hendaknya dimiliki oleh setiap orangtua, karena gaya ini membuat ikatan emosional antara orangtua dengan anak menjadi kuat, oleh karena itu anakanak lebih tanggap terhadap permintaanpermintaan orangtua. Anak-anak ini melihat orangtua sebagai orang-orang yang dapat dipercayai, sehingga mereka ingin menyenangkan dan tidak mengecewakan orangtuanya. Ketika anak -anak merasa akrab secara emosional dengan orangtua dan orangtua memanfaatkan ikatan ini untuk menolong anak-anak mengatur perasaan-perasaan mereka dan menyelesaikan masalahmasalah maka terjadilah hal-hal yang baik, seperti misalnya anak suka/senang mengemukakan masalah-masalah yang dihadapinya kepada orangtua, sehingga terjalin hubungan yang akrab antara orangtua dan anak, anak suka terbuka kepada oangtua dalam menyelesaikan masalah sampai menemukan solusi yang baik.

PENUTUP
   Berdasarkan pada pembahasan yang telah diuraikan ferdahulu maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai sebaigai berikut:
1. Tingkat kecerdasan emosional anakdipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya
     yang terpenting adalah melalui gaya pengasuhan orangtua.
2. Bentuk gaya pengasuhan orangtua yang mempengaruhi kecerdasan emosional anak
    dan kepribadian secara umum, adalah melalui gaya pengasuhan yang demokratis,
    dan orang tua yang pelatih emosi.
3. Pengaruh gaya pengasuhan yang demokratis dan pelatih emosi, memungkinkan
    menghasilkan anakanak yang percaya diri, mandiri, imajinatif, mudah beradaptasi
    dan disukai banyak orang.
4. Anak-anak yang mendapat gaya pengasuhan demokratis dan menekankan pelatihan
    emosi umumnya mereka cenderung memperoleh nilai akademik yang tinggi,  
    bergaul lebih baik dengan teman-temannya, tidak banyak mengalami masalah
    perilaku dan tidak gampang melakukan tindak kekerasan.
5. Orangtua yang terampil secara emosional, dapat membantu anak dengan memberi
    dasar keterampilan emosional seperti;belajar bagaimana mengenali, memanfaatkan
     perasaanperasaan, berempati dan menangani perasaan-perasaan yang muncul
     dalam hubungan keluarga.







DAFTAR RUJUKAN

Goleman, D. 1995. Emotional Intelligence: Why it can matter more than IQ. Bantam Books. New York.

1995. Kecerdasan Emosi Untuk Mencapai Puncak Prestasi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

1999. Working with Emotional Intelligence. Bloomsbury Plc. London. 2001. Kecerdasan Emosional. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Gottman, J., dan De Claire, J.   1997.   Kiat-kiat Membesarkan Anak yang Memiliki
   Kecerdasan Emosional Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.       



READMORE
 

Konseling Anak Usia Sekolah "anak-awal"




Masa anak usia sekolah


A.  Karakterisrik anak usia sekolah
1.             Usia
6-12 tahun (untuk anak laki-laki dan perempuan)

2.        Perkembangan fisik
Perkembangan fisik atau jasmani anak sangat berbeda satu sama lain, sekalipun anak-anak tersebut usianya relatif sama, bahkan dalam kondisi ekonomi yang relatif sama pula. Sedangkan pertumbuhan anak-anak berbeda ras juga menunjukkan perbedaan yang menyolok. Hal ini antara lain disebabkan perbedaan gizi, lingkungan, perlakuan orang tua terhadap anak, kebiasaan hidup dan lain-lain. Nutrisi dan kesehatan amat mempengaruhi perkembangan fisik anak. Kekurangan nutrisi dapat menyebabkan pertumbuhan anak menjadi lamban, kurang berdaya dan tidak aktif. Sebaliknya anak yang memperoleh makanan yang bergizi, lingkungan yang menunjang, perlakuan orang tua serta kebiasaan hidup yang baik akan menunjang pertumbuhan dan perkembangan anak. Olahraga juga merupakan faktor penting pada pertumbuhan fisik anak. Anak yang kurang berolahraga atau tidak aktif sering kali menderita kegemukan atau kelebihan berat badan yang dapat mengganggu gerak dan kesehatan anak. Orang tua harus selalu memperhatikan berbagai macam penyakit yang sering kali diderita anak, misalnya bertalian dengan kesehatan penglihatan (mata), gigi, panas, dan lain-lain. Oleh karena itu orang tua selalu memperhatikan kebutuhan utama anak, antara lain kebutuhan gizi, kesehatan dan kebugaran jasmani yang dapat dilakukan setiap hari sekalipun sederhana.
3.      Perkembangan psikoseksual
4.    Perkembangan psikososial
Perkembangan emosi anak usia 6-8 tahun antara lain anak telah dapat mengekspresikan reaksi terhadap orang lain, telah dapat mengontrol emosi, sudah mampu berpisah dengan orang tua dan telah mulai belajar tentang benar dan salah. Untuk perkembangan kecerdasannya anak usia kelas awal SD ditunjukkan dengan kemampuannya dalam melakukan seriasi, mengelompokkan obyek, berminat terhadap angka dan tulisan, meningkatnya perbendaharaan kata, senang berbicara, memahami sebab akibat dan berkembangnya pemahaman terhadap ruang dan waktu.
5.      Perkembangan kognitif
Piaget (1950) menyatakan bahwa setiap anak memiliki cara tersendiri dalam menginterpretasikan dan beradaptasi dengan lingkungannya (teori perkembangan kognitif). Menurutnya, setiap anak memiliki struktur kognitif yang disebut schemata yaitu sistem konsep yang ada dalam pikiran sebagai hasil pemahaman terhadap objek yang ada dalam lingkungannya. Pemahaman tentang objek tersebut berlangsung melalui proses asimilasi (menghubungkan objek dengan konsep yang sudah ada dalam pikiran) dan akomodasi (proses memanfaatkan konsep-konsep dalam pikiran untuk menafsirkan objek). Kedua proses tersebut jika berlangsung terus menerus akan membuat pengetahuan lama dan pengetahuan baru menjadi seimbang. Dengan cara seperti itu secara bertahap anak dapat membangun pengetahuan melalui interaksi dengan lingkungannya. Berdasarkan hal tersebut, maka perilaku belajar anak sangat dipengaruhi oleh aspek-aspek dari dalam dirinya dan lingkungannya. Kedua hal tersebut tidak mungkin dipisahkan karena memang proses belajar terjadi dalam konteks interaksi diri anak dengan lingkungannya. Anak usia sekolah dasar berada pada tahapan operasi konkret. Pada rentang usia tersebut anak mulai menunjukkan perilaku belajar sebagai berikut: (1) Mulai memandang dunia secara objektif, bergeser dari satu aspek situasi ke aspek lain secara reflektif dan memandang unsur-unsur secara serentak, (2) Mulai berpikir secara operasional, (3) Mempergunakan cara berpikir operasional untuk mengklasifikasikan benda-benda, (4) Membentuk dan mempergunakan keterhubungan aturan-aturan, prinsip ilmiah sederhana, dan mempergunakan hubungan sebab akibat, dan (5) Memahami konsep substansi, volume zat cair, panjang, lebar, luas, dan berat. Memperhatikan tahapan perkembangan berpikir tersebut, kecenderungan belajar anak usia sekolah dasar memiliki tiga ciri, yaitu: 1. Konkrit
Konkrit mengandung makna proses belajar beranjak dari hal-hal yang konkrit yakni yang dapat dilihat, didengar, dibaui, diraba, dan diotak atik, dengan titik penekanan pada pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar. Pemanfaatan lingkungan akan menghasilkan proses dan hasil belajar yang lebih bermakna dan bernilai, sebab siswa dihadapkan dengan peristiwa dan keadaan yang sebenarnya, keadaan yang alami, sehingga lebih nyata, lebih faktual, lebih bermakna, dan kebenarannya lebih dapat dipertanggungjawabkan. 2. Integratif
Pada tahap usia sekolah dasar anak memandang sesuatu yang dipelajari sebagai suatu keutuhan, mereka belum mampu memilah-milah konsep dari berbagai disiplin ilmu, hal ini melukiskan cara berpikir anak yang deduktif yakni dari hal umum ke bagian demi bagian. 3. Hierarkis
Pada tahapan usia sekolah dasar, cara anak belajar berkembang secara bertahap mulai dari hal-hal yang sederhana ke hal-hal yang lebih kompleks. Sehubungan dengan hal tersebut, maka perlu diperhatikan mengenai urutan logis, keterkaitan antar materi, dan cakupan keluasan serta kedalaman materi .
6.        Perkembangan moralitas
  Kepada orang tua sangat dianjurkan bahwa selain memberikan bimbingan juga harus mengajarkan bagaimana anak bergaul dalam masyarakat dengan tepat, dan dituntut menjadi teladan yang baik bagi anak, mengembangkan keterampilan anak dalam bergaul dan memberikan penguatan melalui pemberian hadiah kepada ajak apabila berbuat atau berperilaku yang positif.
  Terdapat bermacam hadiah yang sering kali diberikan kepada anak, yaitu yang berupa materiil dan non materiil. Hadiah tersebut diberikan dengan maksud agar pada kemudian hari anak berperilaku lebih positif dan dapat diterima dalam masyarakat luas.
  Fungsi hadiah bagi anak, antara lain: (a) memiliki nilai pendidikan, (b) memberikan motivasi kepada anak, (c) memperkuat perilaku dan (d) memberikan dorongan agar anak berbuat lebih baik lagi.
  Fungsi hukuman yang diberikan kepada anak adalah: (a) fungsi restruktif, (b) fungsi pendidikan, (c) sebagai penguat motivasi.
  Syarat pemberian hukuman adalah: (a) segera diberikan, (b) konsisten, (c) konstruktif, (d) impresional artinya tidak ditujukan kepada pribadi anak melainkan kepada perbuatannya, (e) harus disertai alasan, (f) sebagai alat kontrol diri, (g) diberikan pada tempat dan waktu yang tepat.
7.      Perkembangan keagamaan
Pemahaman anak akan nilai-nilai agama menurut Ernest Harms (dalam Lilis Suryani dkk., 2008; 1.10 – 1.11) berlangsung melalui 3 tahap, yaitu sebagai berikut:
1.  Tingkat Dongeng (The Fairy Tale Stage)
Tingkat ini dialami oleh anak yang berusia 3 – 6 tahun. Ciri-ciri perilaku anak pada masa ini masih banyak dipengaruhi oleh daya fantasinya sehingga dalam menyerap materi ajar agama anak juga masih banyak menggunakan daya fantasinya.
2.  Tingkat Kenyataan (The Realistic Stage)
Tingkat ini dialami anak usia 7 – 15 tahun. Pada masa ini anak sudah dapat menyerap materi ajar agama berdasarkan kenyataan-kenyataan yang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Anak sudah tertarik pada apa yang dilakukan oleh lembaga-lembaga keagamaan. Segala bentuk tindak amal keagamaan mereka ikuti dan tertarik untuk mempelajari lebih jauh.
3.  Tingkat Individu (The Individual Stage)
Tingkat individu dialami oleh anak yang berusia 15 ke atas. Konsep keagaamaan yang individualistic ini terbagi atas tiga bagian, yaitu: a. konsep keagamaan yang konvensional dan konservatif yang dipengaruhi oleh sebagian kecil fantasi, b. konsep keagamaan yang murni dinyatakan dengan pandangan yang bersifat personal, dan c. konsep keagamaan yang humanistic. Agama telah menjadi etos humanis dalam diri mereka dalam menghayati ajaran agama.
Pengembangan nilai-nilai agama pada anak harus didasarkan pada karakteristik perkembangan anak. Jika memperhatikan pendapat Ernest Harms sebagaimana dikemukakan di atas, maka usaha pengembangan nilai-nilai agama menjadi efektif jika dilakukan melalui cerita-cerita yang di dalamnya terkandung ajaran-ajaran agama. Dengan demikian daya fantasi anak berperan dalam menyerap nilai-nilai agama yang terdapat dalam cerita yang diterimanya. 

B.       Tugas perkembangan
Menurut Havighurst (dalam Hurlock, 1980) tugas perkembangan pada masa anak-anak adalah sebagai berikut: a) Mempelajari ketrampilan fisik yang diperlukan untuk permainan-permainan yang umum. b) Membangun sikap yang sehat mengenai diri sendiri sebagai mahluk yang sedang tumbuh. c) Belajar menyesuaikan diri dengan teman-teman seusianya d) Mulai mengembangkan peran sosial pria atau wanita yang tepat e) Mengembangkan ketrampilan-ketrampilan dasar untuk membaca, menulis dan berhitung f) Mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan untuk kehidupan sehari-hari g) Mengembangkan hati nurani, pengertian moral, dan tata dan tingkatan nilai h) Mengembangkan sikap terhadap kelompok-kelompok sosial dan lembaga-lembaga i) Mencapai kebebasan pribadi.
C.     Masalah-masalah


D.    Fungsi konseling untuk  remaja akhir

a. Fungsi umum konseling
1.  Fungsi Pemahaman, merupakan fungsi BK membantu konseli agar memiliki pemahaman terhadap dirinya (potensinya) dan lingkunganya. Berdasarkan pemahaman ini, konseli diharapkan mampu mengembangkan potensi dirinya secara optimal, dan menyesuaikan dirinya dengan lingkungan secara dinamis dan konstruktif.
2.  Fungsi Pencegahan, yaitu fungsi yang berkaitan dengan upaya konselor untuk senantiasa mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk mencegahnya, supaya tidak dialami oleh konseli.
3.  Fungsi Perbaikan, fungsi BK untuk membantu konseli sehingga dapat memperbaiki kekeliruan dalam berfikir berperasaan dan bertindak.
4.  Fungsi Pengembangan, fungsi BK yang sifatnya lebih proaktif dari fungsi-fungsi lainya. Konselor senantiasa berupaya untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, yang memfasilitasi perkembangan konseli.

b. Fungsi utama konseling
1. Fungsi Fasilitasi, fungsi ini diberikan kepada anak usia sekolah agar dapat mencapai pertumbuhan dan perkembang secara optimal.
2. Fungsi Pengembangan, fungsi ini bertujuan untuk memberikan lingkungsn belajar yang kondusif bagi konseli.
E.    Tujuan konseling untuk anak usia sekolah
1.         Tujuan konseling  pada umumnya
Konseling merupakan salah satu teknik pelayanan dalam bimbingan secara keseluruhan, yaitu dengan memberikan bantuan secara individual atau kelompok
2.         Tujuan utama konseling untuk anak usia sekolah
Kita ketahui bahwa konseling merupakan suatu proses interaksi atau pemberian bantuan dari konselor kepada konseli, baik secara langsung atau tidak langsung, secara individu atau kelompok untuk membantu individu dalam rangka mencapai perkembangan yang optimal. Dari usia SD sampai dewasa, (individu/remaja) harus mampu mencapai tugas-tugas perkembangan atau SKKPD pada setiap jenjang yang ditempuh. Jadi tujuan konseling adalah membantu individu dalam rangka mencapai perkembangan yang optimal.


F.    Tahap-tahap dalam layanan konseling untuk anak usia sekolah
proses konseling terdiri dari tiga tahapan yaitu: (1) tahap awal (tahap mendefinisikan masalah); (2) tahap inti (tahap kerja); dan (3) tahap akhir (tahap perubahan dan tindakan).

1.          Tahap Awal

Tahap ini terjadi dimulai sejak konseli menemui konselor hingga berjalan sampai konselor dan konseli menemukan masalah konseli. Pada tahap ini beberapa hal yang perlu dilakukan, diantaranya :
Membangun hubungan konseling yang melibatkan konseli (rapport). Kunci keberhasilan membangun hubungan terletak pada terpenuhinya asas-asas bimbingan dan konseling, terutama asas kerahasiaan, kesukarelaan, keterbukaan; dan kegiatan.

2.         Inti (Tahap Kerja)

Setelah tahap Awal dilaksanakan dengan baik, proses konseling selanjutnya adalah memasuki tahap inti atau tahap kerja.

Pada tahap ini terdapat beberapa hal yang harus dilakukan, diantaranya :
1.         Menjelajahi dan mengeksplorasi masalah konseli lebih dalam. Penjelajahan masalah dimaksudkan agar klien mempunyai perspektif dan alternatif baru terhadap masalah yang sedang dialaminya.
2.         Konselor melakukan reassessment (penilaian kembali), bersama-sama klien meninjau kembali permasalahan yang dihadapi klien.
3.         Menjaga agar hubungan konseling tetap terpelihara.

3.         Akhir (Tahap Tindakan)

Pada tahap akhir ini terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan, yaitu :
1.         Konselor bersama klien membuat kesimpulan mengenai hasil proses konseling.
2.         Menyusun rencana tindakan yang akan dilakukan berdasarkan kesepakatan yang telah terbangun dari proses konseling sebelumnya.
3.         Mengevaluasi jalannya proses dan hasil konseling (penilaian segera).
4.         Membuat perjanjian untuk pertemuan berikutnya



G.   Tekhnik yang dapat digunakan dalam konseling untuk masa anak usia sekolah
Teknik-teknik yang bisa digunakan dalam konseling yaitu:
1.         Perilaku Attending
Perilaku attending disebut juga perilaku menghampiri klien yang mencakup komponen kontak mata, bahasa tubuh, dan bahasa lisan. Perilaku attending yang baik dapat :
a.         Meningkatkan harga diri klien.
b.         Menciptakan suasana yang aman
c.          Mempermudah ekspresi perasaan klien dengan bebas.
2.         Empati
Empati ialah kemampuan konselor untuk merasakan apa yang dirasakan klien, merasa dan berfikir bersama klien dan bukan untuk atau tentang klien. Empati dilakukan sejalan dengan perilaku attending, tanpa perilaku attending mustahil terbentuk empati.
3.         Refleksi
Refleksi adalah teknik untuk memantulkan kembali kepada klien tentang perasaan, pikiran, dan pengalaman sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbalnya.
4.         Eksplorasi
Eksplorasi adalah teknik untuk menggali perasaan, pikiran, dan pengalaman klien. Hal ini penting dilakukan karena banyak klien menyimpan rahasia batin, menutup diri, atau tidak mampu mengemukakan pendapatnya. Dengan teknik ini memungkinkan klien untuk bebas berbicara tanpa rasa takut, tertekan dan terancam. Seperti halnya pada teknik refleksi.

5.         Menangkap Pesan (Paraphrasing)
adalah teknik untuk menyatakan kembali esensi atau initi ungkapan klien dengan teliti mendengarkan pesan utama klien, mengungkapkan kalimat yang mudah dan sederhana, biasanya ditandai dengan kalimat awal : adakah atau nampaknya, dan mengamati respons klien terhadap konselor.
6.         Pertanyaan Terbuka (Opened Question)
Pertanyaan terbuka yaitu teknik untuk memancing siswa agar mau berbicara mengungkapkan perasaan, pengalaman dan pemikirannya dapat digunakan teknik pertanyaan terbuka (opened question).
7.         Pertanyaan Tertutup (Closed Question)
Dalam konseling tidak selamanya harus menggunakan pertanyaan terbuka, dalam hal-hal tertentu dapat pula digunakan pertanyaan tertutup, yang harus dijawab dengan kata Ya atau Tidak atau dengan kata-kata singkat. Tujuan pertanyaan tertutup untuk : (1) mengumpulkan informasi; (2) menjernihkan atau memperjelas sesuatu; dan (3) menghentikan pembicaraan klien yang melantur atau menyimpang jauh.
8.         Interpretasi
Yaitu teknik untuk mengulas pemikiran, perasaan dan pengalaman klien dengan merujuk pada teori-teori, bukan pandangan subyektif konselor, dengan tujuan untuk memberikan rujukan pandangan agar klien mengerti dan berubah melalui pemahaman dari hasil rujukan baru tersebut.
9.         Menyimpulkan Sementara (Summarizing)
Yaitu teknik untuk menyimpulkan sementara pembicaraan sehingga arah pembicaraan semakin jelas. Tujuan menyimpulkan sementara adalah untuk : (1) memberikan kesempatan kepada klien untuk mengambil kilas balik dari hal-hal yang telah dibicarakan; (2) menyimpulkan kemajuan hasil pembicaraan secara bertahap; (3) meningkatkan kualitas diskusi; (4) mempertajam fokus pada wawancara konseling.

READMORE