MAKALAH PERLUNYA EVALUASI PELAKSANAAN BIMBINGAN DAN KONSELING DI SEKOLAH



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Dalam melaksanakan program bimbingan di sekolah terdapat berbagai komponen. Komponen-komponen yang dimaksud di sini iaiah saluran-saluran untuk melayani para siswa, tenaga-tenaga bimbingan atau kependidikan lainnya, serta orang tua siswa. Salah satu komponen bimbingan adalah evaluasi program yaitu usaha menilai efisiensi dan efektivitas dari layanan bimbingan dan konseling di sekolah pada khususnya, dan kegiatan-kegiatan dalam rangka program bimbingan dan konseling yang dikelola oleh staf bimbingan pada umumnya. Sebagaimana halnya kegiatan-kegiatan pendidikan yang lain disekolah seperti kegiatan belajar mengajar pada waktu-waktu tertentu harus dievaluasi untuk mengetahui apakah tujuan dari kegiatan itu tercapai. Demikian pula hal dalam kegiatan-kegiatan bimbingan di sekolah secara berkala harus dievaluasi. Program bimbingan dan konseling direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan- tujuan tertentu untuk mengetahui samapai seberapa jauh tujuan-tujuan itu tercapai.

B. Rumusan masalah
Ada beberapa hambatan yang dirasakan sampai saat ini dalam evaluasi pelaksanaan program bimbingan dan konseling disekolah diantaranya:
a) Pelaksana-pelaksana bimbingan disekolah tidak mempunyai waktu yang memadai untuk melaksanakan evaluasi plaksanaan program bimbingan dan konseling di sekolah.
b) Pelaksana- pelaksana bimbingan dan konseling di sekolah memiliki latar belakang pendidikan yang sangat bervariasi baik ditinjau dari segi jenjang maupun programnya, sehingga kemampuan kemampuannya pun dalam mengevaluasi pelaksanaan program bimbingan dan konseling sangat bervariasi termasuk dlam menyususn, membakukan dan mengembangkan instrument evaluasi.
c) Belum tersediannya alat-alat atau instrument evaluasi pelaksanaan program bimbingan dan konseling di sekolah yang valid, reliabel, dan objektif.
d) Belum diselenggarakannya penataran, pendidikan, atau pelatihan khusus yang berkaitan tentang evaluasi pelaksanaan program bimbingan dan konseling pada umumnya, dan penyusunan dan pengembangan instrumen evaluasi pelaksanaan program bimbingan dan konseling di sekolah.
e) Penyenggaraan evaluasi membutuhkan banyak waktu dan uang. Tidak dapat diragukan lagi untuk memulai mengadakan evaluasi tampaknya memerlukan biaya yang cukup mahal dan perlu biaya yang banyak. Kepala sekolah acap tidak memiliki cukup keyakinan atau kepercayaan terhadap daya guna dan nilai guna dari hasil evaluasi pelaksanaan program bimbingan dan konseling sehingga mendorong terjadinya pertentangan mengenai masalah dana dari institusi yang dipimpinnya.
f) Belum adanya guru inti atau instruktur bimbingan dan konseling yang ahli dibidang evaluasi pelaksanaan program bimbingan dan konseling. Sampai saat ini kebanyakan yang terlibat dalam bidang ini adalah dari perguruan tinggi yang sudah tentu konsep dan kerangka kerjanya tidak berorientasi kepada kepentingan sekolah.
g) Perumusan kriteria keberhasialan evaluasi pelaksanaan bimbingan dan yang tegas dan baku belum ada sampai saat ini.



BAB II
PEMBAHASAN (ISI)

A. pengertian Evaluasi Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling

Evaluasi program bimbingn menurut W.S Winkel (1991: 135), adalah usaha menilai efisiensi dan efektivitas pelayanan bimbingan itu sendiri demi peningkatan mutu program bimbingan. Sedangkan menurut Dewa Ketut Sukardi (1990: 47) adalah segala upaya tindakan atau proses untuk menentukan derajat kualiatas kemajuan kegiatan yang berkaitan dengan pelaksanaan program bimbingan dan konseling di sekolah dengan mengacu pada kriteria atau patokan-patokan tertentu sesuai dengan program bimbngan yang dilaksanakan. Jadi Evaluasi pelaksanaan program bimbingan adalah suatu usaha dan untuk menilai efisiensi dan efektifitas pelayanan bimbingan dan konseling demi peningkatan mutu program bimbingan dan konseling. Evaluasi pelaksanaan program bimbingan dan konseling iaiah uasaha penelitian, dengan cara mengumpulkan data secara sistematis, menarik kesimpulan atas dasar data yang diperoleh secara objektif, mengadakan penafsiran dan merencanakan langkah-langkah perbaikan, pengembangan dan pengarahan staf.

B. Tujuan dan Fungsi Evaluasi pelaksanaan program Bimbingan dan Konseling.

Secara umum penyelenggaraan evaluasi pelaksanaan program bimbingan dan konseling bertujuan utnuk :
Mengetahui kemajuan program bimbingan dan konseling atau subjek yang telah memanfaatkan layanan bimbingan dan konseling.
Mengetahui tingkat fisisnsi dan efektivitas stratgi pelksanaan program bimbingan dan konseling yang telah dilaksanakan dalam kurun waktu tertentu.
Secara operasional, penyelenggaraan evaluasi pelaksanaan program bimbingan dan konseling ditujukan untuk:
Meneliti secara berkala hasil pelaksanaan program bimbingan dan konseling.
Mengetahui tingkat efisiensi dan efektivitas dari layanan bimbingan dan konseling.
Mengetahui jenis layanan yang sudah atau belum dilaksanakan dan/ atau perlu diadakan perbaikan dan pengembangan.
Mengetahui sampai sejauh mana keterlibatan semua pihak dalam usaha menunjang keberhasilan pelaksanaan program bimbingan dan konseling.
Memperoleh gambaran sampai sejauh mana peranan masyarakat terhadap pelaksanaan program bimbingan dan konseling.
Mengetahui sejauh mana kontribusi program bimbingan dan konseling terhadap pencapaian tujuan pendidikan pada umumnya, TIK DAN TIU pada khususnya.
Mendapatkan informasi yang adekuat dalam rangka perencanaan langkah-langkah pengembangan program bimbingan dan konseling selanjutnya.
Membantu mengembangkan kurikulum sekolah untuk kesesuaian dengan kebutuhan.

C. Jenis Evaluasi Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah

Jenis evaluasi pelaksanaan program bimbingan dan konseling di sekolah mencakup empat komponen, yaitu:
(1) evaluasi peserta didik (input), (2) evaluasi program, (3) evaluasi proses pelaksanaan program bimbingan dan konseling, (4) evaluasi hasil pelaksanaan program bimbingan dan konseling di sekolah.
1) Evaluasi peserta didik (input)
Untuk mengadakan evaluasi terhadap pelaksanaan program bimbngan dan konseling di sekolah, maka pemahaman terhadap peserta didik yang mndapatkan bimbngan dan konseling penting dan perlu. Pemahaman mengenai peserta didik perlu dilakukan sedini mungkin. Dengan pemahaman terhadap peserta didik ini dapat dipakai untuk mempertimbangkan hasil pelaksanaan program bimbingan bila dibandingkan dengan produk yang dicapai. Evaluasi jenis ini dimulai dari layanan pengumpulan data pada saat peserta didik di terima di sekolah bersangkutan. Adapun jenis data yang dikumpulkan dari peserta didik dapat berupa: (a) kemampuan skolastik umum, (b) bakat, (c) minat, (d) kepribadian, (e) prestasi belajar, (f) riwayat kependidikan, (g) riwayat hidup, (h) cita-cita pendidikan/jabatan, (i) hobi dan penggunaan waktu luang, (j) kebiasaan belajar, (k) hubungan sosial, (l) kadaan fisik dan kesehatan, (m) kesulitan-kesulitan yang dihadapi, (n) minat terhadap mata pelajaran sekolah.
2) Evaluasi program
Jenis evaluasi program ini dilakukan demi untuk peningkatan mutu program bimbingan dan konseling di sekolah. Penyusunan program bimbingan dan konseling di sekolah dibagi menjadi beberapa kegiatan, yaitu: (1) layanan kepada peserta didik, (2) layanan kepada guru, (3) layanan kepada kepala sekolah dan (4) layanan kepada orang tua siswa/masyarakat. Kegiatan operasional dari masing-masing layanan hendaknya disusun dalam sistematika tertentu. Jenis evaluasi pelaksanaan program ini memerlukan alat-alat/instrument evalauasi yang baik.
3) Evaluasi proses
Untuk mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan dalam program bimbingan dan konsling di sekolah, dituntut proses pelaksanaan program bimbngan yang mengarah kepada tujuan yang diharapkan. Di dalam pelaksanaan program bimbingan dan di sekolah banyak faktor yang terlebih dahulu perlu dievaluasi, di antaranya:
a) Organisasi dan administrasi program bimbngan dan konseling.
b) Petugas pelaksana atau personel: a. Tenaga profesional b. Tenaga non profesional
c) Fasilitas dan perlengkapan:
1. Fasilitas teknis: tes, inventori, angket, format, dan sebagainya
2. fasilitas fisik, seperti: Ruang konselor, ruang konseling, ruang tunggu, ruang pertemuan, ruang administrasi bimbingan dan konseling, ruang penyimpanan alat-alat, ruang penyimpanan data.
3. Perlengkapan seperti: meja, kursi, filling kabinet, files, lemari, rak, media bimbingan, mesin tik/komputer, alat perekaman dan pandang dengar, dan sebagainya
4. Anggaran biaya
Anggaran biaya perlu dipersiapkan secara rinci untuk menunjang pelaksanaan program bimbingan dan konseling di sekolah. Anggaran biaya yang diperlukan adalah dalam pos-pos seperti: honorarium pelaksana, pengadaan dan atau pengembangan alat-alat teknis, pengadaan dan pemeliharaan sarana fisik, biaya operasional seperti: (biaya perjalanan, pertemuan, kunjungan rumah dan sebagainya), biaya penelitian dan penilaian.
5. Kegiatan pelaksanaan program bimbingan dan konseling.
4) Evaluasi hasil
Jenis evaluasi pelaksanaan program ini diadakan melalui peninjauan trhadap hasil yang diperoleh seseorang yang berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan bimbingan dan melalui peninjauan terhadap kgiatan itu sendiri dalam berbagai aspeknya. Peninjauan evaluatif itu memusatkan perhatian pada efek-efek yang dihasilkan ssuai dengan tujuan-tujuan bimbingan yang dikenal dengan nama valuasi produk/ valuasi hasil. Jadi, untuk memperoleh gambaran tentang keberhasilan dari pelaksanaan program bimbingan di sekolah dapat dilihat dari hasil yang diperoleh dari pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah. Sedangkan untuk mendapat gambaran tentang hasil dari pelaksanaan layyanan bimbinan dan konseling di sekolah, maka harus dilihat dalam diri siswa yang memperoleh layanan bimbinan itu sendiri. Penilaian terhadap hasil lebih menekankan kepada pengumpulan data atau inforamsi mengenai keberhasilan dan pengaruh kgiatan layanan bimbingan yang telah diberikan. Dengan kata lain, evaluasi terhadap hasil ditujukan kepada pencapaian tujuam program, baik dalam jangka pendek, maupun jangka panjang.

D. Prinsip-prinsip evaluasi program bimbingan dan konseling

Untuk mencapai tujuan dan terlaksananya fungsi program bimbngan dan konseling, maka pelaksanaannya harus dikelola seefisien serta seefektif mungkin selaras dengan prinsi-prinsip suatu program. Beberapa prinsip yang harus diperankan dalam penyelenggaraan evaluasi pelaksanaan program bimbingan dan konseling:
a. Evaluasi yang efektif menuntu pengenalan terhadap tujuan-tu juan program. Ini berarti perlu adanya kejelasan mengenai tujuan yang ingin dicapai dalam suatu kegiatan evaluasi.
b. Evaluasi yang efektif memerluka kriteria pengukuran yang jelas.
c. E valuasi melibatkan berbagai unsur yang profesional dalam program bimbingan dan konseling dituntut keterlibatan pihak-pihak yang benar-benar profesional dalam bidang bimbingan dan konseling secara keseluruhan.
d. Menuntut umpan balik (feed back) dan tindak lanjut sehingga hasilnya dapat digunakan untuk membuat kebijakan atau keputusan. Adapun keputusan dapat menyangkut:
1. Personalia yang terlibat dan kemampuannya menggantikan atau penambahan tenaga.
2. Jenis kegiatan dan pelaksanaannya disusun berdasarkan prioritas kegiatan dan subjek yang ditangani.
3. Pembiayaan, waktu dan fasilitas lainnya harus dipertimbangkan.
e. evaluasi yang efektif hendaknya terencana dan berkesinambungan. Hal ini berarti bahwa evalusi program binbingan dan konseling bukan merupakan kegiatan yang bersifat incidental, melainkan proses kegiatan yang sistematis dan berkesinambungan.

D. Prosedur pelaksanaan Evaluasi layanan Bimbingan dan konseling

• Fase persiapan
Pada fase persiapan ini terdiri dari kegiatan penyusunan kisi-kisi evaluasi. Dalam kegiatan penyusunan kisi-kisi evaluasi ini langkah-langkah yang dilalui adalah :
a. Langkah pertama- penetapan aspek-aspek yang di evaluasi.
Aspek-aspek yang dievalusi meliputi:
1. Penentuan dan perumusan masalah yang hendak dipecahkan atau tujuan yang akan dicapai; 2. Program kegiatan bimbingan 3. Personel atau ketenagaan 4. Fasilitas teknis dan fisik 5. Pengelolaan dan administrasi bimbingan 6. Pembiayaan 7. Partisipasi personel 8. Proses kegiatan 9. Akibat sampingan.
b. Langkah kedua- Penetapan kriteria keberhasilan evaluasi
Misalnya, bila aspek proses kegiatan yang akan dievaluasi maka kriteria keberhasilan yang dapat di evalusi di tinjau dari: 1) lingkungan bimbingan 2) sarana yang ada 3) situasi daerah.
c. Langkah ketiga- Penetapan alat-alat/instrumen evaluasi.
Misalnya, bila aspek proses kegiatan yang hendak di evaluasi dengan criteria pada bagian b di atas maka instrument yang harus digunakan iaiah: 1) ceklis 2) observasi kegiatan 3) tes situasi 4) wawancara dan 5) angket.
d. Langkah keempat- Penetapan prosedur evaluasi
e. Langkah kelima- Penetapan tim penilai atau evaluator.
• Fase persiapan alat atau instrument evaluasi
- Memilih alat evaluasi yang ada atau menyusun dan mengembangkan alat-alat yang diperlukan
- Penggandaan alat-alat evaluasi yang digunakan
• Fase pelaksanaan kegiatan evaluasi
• Fase menganalisis hasil evaluasi
• Fase penafsiran atau interpretasi dan pelaporan hasil evaluasi

F. Metode/Pendekatan evaluasi pelaksanaan program Bimbingan dan konseling
a. Metode survei
b. Metode observasi
c. Metode Eskperimental
d. Metode studi kasus

E. Evaluasi Pelaksanaan program Bimbingan dan Konseling

Penyelenggaraan evaluasi program bimbingan di sekolah masing-masing dilakukan cara mengungkap beberapa aspek, yaitu:
1. Relevansi program dengan kebutuhan
2. Administrasi dan organisasi bimbingan dan konseling
3. Proses pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling
4. Hasil atau proses layanan bimbingan dan konseling

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Evaluasi pelaksanaan program bimbingan dan konseling merupakan suatu usaha penelitian dengan cara mengumpulkan data secara sistematis, menarik kesimpulan atas dasar data yang diperoleh secara objektif, mengadakan penafsiran dan merencanakan langkah-langkah perbaikan dan dan pengarahan staf. Evaluasi bertujuan untuk mengetahui kemajuan program bimbingan dan konseling atau subjek yang telah memanfaatkan layanan bimbingan dan konseling kemudian untuk mengetahui tingkat efisiensi dan efektivitas srtategi pelaksanaan program bimbingan dan konseling yang telah dilaksanakan dalam kurun waktu tertentu. Untuk itu evaluasi pelaksanaan program bimbingan dan konseling harus sesuai prinsip, prosedur dan metode evaluasi pelaksanaan program bimbingan dan konseling.

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA


1. Sukardi.,Dewa ketut.1996. Pengantar pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah:Jakarta, PT. Rineka Cipta.
2. Sukardi., Dewa ketut.1989. Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluahan di Sekolah: Surabaya, Penerbit usaha Nasional.
 

RESUME, PENGANTAR KONSELING


PENGANTAR KONSELING


RESUME

Untuk memenuhi tugas akhir matakuliah Pengantar Konseling
Yang dibina oleh Bapak Dr. M Ramli, M.A


Oleh:
Yusuf  Putra Pratama
110111405715
BK-B




J:\SASTRA.UM.AC.ID\LogoUM\unm-color.bmp

  






UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING
Mei,2012




Hakikat Dan Perkembangan Konseling

Konseling merupakan upaya profesional yang muncul  karena adanya sejumlah pertanyaan yang dijawab individu dan diperlukan bantuan profesional. Menurut eksistensinya, konseling merupakan salah satu bantuan profesional yang sejajar dengan psikiatris, psikoterapi, kedokteran, dan penyuluhan sosial. Dilihat kedudukannya dalam proses keseluruhan bimbingan, guidance, konseling merupakan bagian integral, atau teknik andalan, bimbingan, dan di sini orang lazim menggabungkan menjadi “Bimbingan dan Konseling”.

Pengantar Ke Pemahaman Konseling
Konseling merupakan suatu proses pelayanan yang melibatkan kemampuan profesional pada pemberi layanan.Konseling sebagai helping: upaya pemberian bantuan,selanjutnya disebut helping,adalah yang profesional sifatnya. Menurut McCully,suatu profesi helping dimaknakan sebagai adanya seseorang,didasarkan pengetahuan khasnya, menerapkan suatu teknik intelektual dalam suatu pertemuan khusus (existencial affairs) dengan orang lain dengan maksud agar orang lain tadi memungkinkan lebih efektif mengahadapi dilema-dilema,pertentangan,yang merupakan cir khas kondisi manusia. Konselingpada dasarnya merupakan suatu hubungan helping, helping relationship.
Konseling sebagai ilmu dan seni: Lawrence M.Brammer (1985) melihat sisi ilmu helping,termasuk konseling,adalah keterlibatan penelitian dan teori terinci didalamnya. Aspek ilmiah kegiatan konseling berkenaan dengan pemerian (pendeskripsian) data,peramalan,perampakan terhadap tingkah laku. Sedangkan sisi srtistik helping/konseling,menurut Brammer,lebih mengacu pada unsur-unsur intuitif dan perasaan jalinan hubungan antar pribadi (interpersonal relationship) yang berlandaskan terutama pada kemanusiaan dan daya cipta seni.
Konseling dan higiologi: Higiologi (hygiology),secara harfiah dapat dikatakan sama dengan ilmu kesehatan mental. S. Narayana Rao mendefinisikan higiologi sebagai studi tentang masalah-masalah orang normal dan pencegahan terhadap terjadinya kesukaran-kesukaran emosional yang serius. Kemudian dilanjutkannya bahwa konseling lebih cocok berurusan dengan higiologi daripada dengan psikologi tingkah laku.







Latar Belakang Konseling

Menurut Shertzer dan Stone konseling mulai ada pada tahun 1898 melalui ungkapan, “Counseling may have begun in 1898 whwn Jesse B. Davis begun work as a counselor at Central High School in Detroit, Michigan.”Kemudian konseling berkembang di berbagai negara termasuk Indonesia yang lekat dalam upaya pengembangan bimbingan sekolah di Indonesia sejak 1960.
Faktor pendorong perkembangan konseling sekolah secara umum di Indonesia antara lain adalah: adanya masa kritis dalam tiap masa perkembangan individu; kondisi teknologi yang berkembang pesat, kondisi nilai-nilai demokratis, nilai humanitis versus nilai pragmatis, nilai-nilai etika pergaulan; kondisi struktural dan kebidangan dan lapangan kerja.
Faktor-faktor pendorong lain perkembangan konseling, khusus konseling sekolah adalah adanya kebutuhan nyata dan kebutuhan potensial para siswa pad beberapa jenjang  pendidikan, yaitu: dalam menghadapi saat-saat krisis; dalam menghadapi kesulitan dan kemungkinan kesulitan pemahaman diri dan lingkungan untuk arah diri dan pengambilan keputusan dalam karir, akademik, dan pergaulan sosial; mencegah sedapat mungkin kesulitan yang dihadapi dalam pergaulan, pilihan karir; dan dalam menopang kelancaran perkembangan individual siswa.





1.                  Pengertian konseling
Shertzer dan Stone, mendefinisikan bahwa konseling adalah suatu proses yang menegaskan bahwa konseling bukanlah suatu kejadian tunggal melainkan melibatkan tindakan-tindakan beruntun dan berlangsung maju dan berkelanjutan ke arah suatu tujuan.
Menurut C.H. Patterson  konseling bukanlah mempengaruhi sikap, kepercayaan, atau tingkah laku dengan cara menganjurkan, mengarahkan atau meyakinkan, betapapun itu dilakukan secara tidak langsung, secara halus, atau secara tidak memaksa.
Meurut Pietrofesa, dkk. konseling adalah berurusan dengan keterampilan pembuatan keputusan dan pemecahan masalah yang terjadi atas dasar hubungan konselor-klien.
Dari ketiga pendapat ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa konseling merupakan proses pemberian bantuan konselor kepada konseli dengan bertatap muka dalam upaya memfasilitasi klien dalam menentukan jalan keluar atau mengatasi hambatan dalam proses perkembangannya dan bertujuan agar klien dapat mencapai perkembangan yang optimal.

2.            Tipe-tipe konseling

a.      Konseling krisis
Krisis dapat diartikan sebagai suatu keadaan disorganisasi dimana konseli menghadapi frustasi dalam upaya mencapai tujuan pentinghidupnya atau mengalami gangguan dalam perjalanan hidup dan hal itu ditanggapi dengan stres. Situasi-situasi demikian itu sering memerlukan respon-respon khusus dari konselor guna membantu konseli yang tak berdaya.
Aktivitas konselor dalam mengatasi situasi krisis adalah dengan intrvensi langsung atau campur tangan, dukungan kadar tinggi, dan konseling individualatau referal ke klinik atau lembaga yang layak.

b.      Konseling fasilitatif
Konseling fasilitatif merupakan proses membantu klien menjadikan jelas permasalahan; selanjutnya bantuan dalam pemahaman dan penerimaan diri, penemuan, rencana tindakan dalam mengatasi masalah; dan akhirnya, melaksanakan semua itu atas tanggung jawab sendiri. Masalah yang ditangani dengan konseling fasilitas meliputi masalah memilih jurusan atau matapelajaran pilihan, perencanaan karir, pergaulan dengan orang sekitar, dan pengidentifikasikan bakat dan minat.

c.Konseling prefentif
Konseling preventif meliputi, misalnya program pendidikan seks di sekolah dasar dengan niat mencegah kecemasan pada masa yang akan datang mengenai seksualitas. Dalam konseling ini, konselor membantu siswa memahami diri sendiri sehubungan dengan permasalahan seksual, juga dalam menyiapkan siswa sebaik-baiknya untuk menghadapi masalah itu pada masa depan.




EKSPEKTASI DAN TUJUAN KONSELING


Kecocokan antara ekspektasi dan tujuan antar kedua pihak yang terlibat dalam konseling, banyak menentukan kelancaran proses konseling dan melandasi “kelanggengan” saling hubungan kedua pihak sampai keduanya sepakat bahwa konseling layak diakhiri. Tugas dan tanggung jawab konselor dalam konteks ini adalah membuat hubungan konseling jadi lancar dan “langgeng”, sekaligus konselor harus dapat memadukan antara ekspektasi dan tujuan-tujuan yang muncul dalam suatu hubungan konseling tertentu.

A.       Ekspektasi nonkonseli
Ekspektasi-ekspektasi nonkonseli terhadap konseling sangat beragam, sering kontradiksi, dan kadang-kadang mustahil. Kesemuanya bersumber dari kebutuhan dan keinginan. Di sini akan terlihat statemen-statemen ekspektasi para siswa, guru, kepala sekolah, dan para orang tua.
B.      Ekspektasi konseli
Bentuk-bentuk ekspektasi konseli, menurut Pietrofesa, dkk., dapat berupa: memilih suatu karir, mendapatkan informasi jabatan dan pendidikan, mengembangkan pemahaman diri, mencapai angka-angka yang lebih baik, memperbaiki kebiasaan-kebiasaan belajar, merencanakan/memprogamkan pelajaran, memilih perguruan tinngi, menempuh tes, menemukan minat, meningkatkan hubungan baik, antarteman sebaya, membicarakan kerisauan pribadi, dan mendapatkan keterangan tentang obat-obat bius atau seks. Mayoritas konseli, menurut Shertzer dan Stone (1974), menganggap konseling akan menghasilkan pemecahan masalah pribadi mereka. Namun ternyata kecenderungan masalah konseli itu dapat berubah lewat beberapa tahun. Adapula perbedaan ekspektasi terhadap konselor menurut  perbedaan jenis kelamin konseli. Peneliti Tinsley dan Harris itu mengungkapkan bahwa para konseli wanita mengharapkan konselor ada penerimaan dan tidak menggurui atau tidak menghakimi, tidak menilai, sedangkan para konseli pria menganggap konselor lebih direktif, kritis dan analitis.


C.      Tujuan konseli dan tujuan konselor
1.   Tujuan konseli
Tujuan-tujuan konseli yang datang menemui konselor bersumber dari ekspektasi konseli mengenai masalah mendesak yang sedang disirisaukan konseli. Perlu ditegaskan lagi bahwa para konseli menghadiri konseling dengan ekspektasi-ekspektasi dan tujuan-tujuan khas dan beragam dari konseli ke konseli.

2.    Tujuan konselor
Tujuan-tujuan konselor dalam konteks konseling merupakan pantulan dari falsafah selaku dasar-pijak tiap-tiap konselor. Menurut S. Narayana Rao, tujuan-tujuan konselor tidak terbatas pada memahami klien. Konselor memiliki tujuan yang berbeda-beda menurut berbagai tingkatan kemanfaatan. Adapun tujuan sesaat adalah agar konseli mendapat kelegaan, sedangkan tujuan jangka panjang adalah agar konseli menjadi pribadi yang bermakna penuh.




D.      Ragam stetemen tujuan konseling
Adapun beberapa statemen tujuan konseling yang sering dipakai oleh beberapa pakar, dikemukakan oleh Shertzer and Stone (1974) yang disadur singkat dalam: Perubahan tingkah laku (behavioral change), kesehatan mental positif (positive mental health), keefektifan pribadi (problem resolution), dan pembuatan keputusan (decision making).
1.        Kesehatan mental positif (positive mental health)
Konselor yang berkecondongan efektif menyatakan bahwa pemeliharaan atau mendapatkan mental sehat merupakan tujuan konseling. Jika mental sehat dicapai maka individu memiliki integrasi, penyesuaian, dan identifikasi positif terhadap orang lain. Di sini individu belajar menerima tanggung jawab, mandiri, dan mencapai integrasi tingkah laku.
2.        Keefektifan Pribadi (problem resolution)
Shoben memandang pula perkembangan pribadi sebagai tujuan konseling. Dia menunjukkan pula kecondongan tujuan ini pada konseling orientasi kognitif ketika menyatakan bahwa konseling merupakan suatu pengalaman perkembangan dalam mana pemecahan masalah dan pengambilan keputusan memelihara pertumbuhan pribadi.
3.        Pembuatan keputusan (decision making)
Dalam hal ini, konselor tidaklah menetapkan keputusan-keputusan yang akan dibuat konseli, ataupun memilihkan cara alternatif bagi tindakan konseli.
4.        Perubahan tingkah laku (behavioral change)
Shertzer and Stone mengungkapkan bahwa perubahan sebagai suatu tujuan konseling mungkin terbatas khusus seperti perubahan respon khusus terhadap frustasi ataupun perubahan-perubahan sikap terhadap orang lain atau terhadap diri sendiri.

E.       Pernyataan-pernyataan tujuan dalam konseling
Pernyataan-pernyataan tujuan konseling memberi arah yang menuntun proses konseling, juga memungkinkan diketahui apakan upaya konseling berhasil atau tidak. Ada prinsip-prinsip dasar dan prinsip-prinsip praktis dalam hal ini.
1.        Prinsip-prinsip dasar pendayagunaan tujuan
Kriteria penentuan tujuan dalam konseling yang dikemukakan oleh Krumboltz (1996) berikut ini:
-       The goals of counseling should be capable of being stated differently for each individual client
-       The goals of counseling for each client should be compatible with though not necessarily idential to, the value his counselor.
-       The degree to which the goals of counseling are attained by each client should be observable.



2.        Prinsip-prinsip praktis pendayagunaan tujuan
-       Tujuan-tujuan konseling dirumuskan dalam kategori tujuan akhir, tujuan proses, dan tujuan sesaat
-         Pertimbangan utama dalam pembuatan rumusan tujuan konseling bahwa rumusan tujuan-tujuan konseling bahwa rumusan tujuan-khusus yang dibuat merupakan keputusan yang paling selamat bagi konseli, dan bukannya apa yang dinyatakan konseli untuk diperbuatnya.
-         Rumusan tujuan konseling bersifat fleksibel baik pada segi isi suatu tujuan maupun pada segi struktur dari seperangkat tujuan.
-         Rangkaian rumusan tujuan konseling hendaknya dirancang sehingga konselor dapat mengantisipasi metode dan teknik penilaian atau pencapaiannya.


PERKEMBANGAN DAN MASALAH KONSELI
A.       Perkembangan Individual Konseli
1.   Prinsip-prinsip perkembangan
Prinsip-prinsip perkembangan yang dikemukakan Dinkmeyer dan Caldwell yaitu :
a.       Growth is patterned
b.      Growth is sequential
c.       Developmental rates vary
d.      Developmental pattern show wide individual diffe-rencess
e.       Developmental is product of the interaction of organism and its environment
f.        The body tend to maintain a state of equilibrium called homeostasis
g.       Readiness should precede certain types of learning
Perkembangan ini diadaptasikan sebagai berikut :
a.       Pertumbuhan memiliki suatu pola tertentu : Setiap anak memiliki pola dan ciri kecepatan pertumbuhan yang unik.
b.      Pertumbuhan mempunyai urut-urutan : Urutan ini dapat memberikan gambaran kesulitan yang dihadapi individudengan melihat seberapa jauh penyimpangannya dari urutan yang ada.
c.       Kecepatan perkembangan bervariasi : Kecepatan perkembangan tidak pernah tetap. Antara laki-laki dan perempuan, perempuan memasuki masa praremaja lebih awal.
d.      Pola-pola perkembangan menunjukkan adanya perbedaan individu yang sangat besar : Variabilitas intraindividual dapat diamati secara teratur pada individu-individu dan membantu kita mengetahui arti dari keunikan pada setiap anak.
e.       Perkembangan merupakan hasil interaksi antar organisme dengan lingkungannya : Hereditas dan lingkungan selalu saling melengkapi dan tergantung satu sama lain dalam menentukan perkembangan individu.

2.    Tahap dan Tugas Perkembangan
Tugas perkembangan yaitu seperangkat sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang perlu dikuasai seseorang individu sejalan dengan taraf pertumbuhan dan kematangan yang dicapai serta budaya lingkungannya. Contoh-contoh tugas perkembangan: belajar berjalan, belajar bicara, bermain dengan teman sebaya, menerima keadaan fisik, memilih pasangan, memelihara standar kehidupan ekonomi keluarga, menyesuaikan diri terhadap fisik yang semakin menurun.
3.    Implikasi Dalam Konseling
Proses konseling berupaya membantu konseli mengadakan adaptasi melalui penguatan toleransi frustasi atas keajegan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan tertentu. Dalam interview konseling, dari segi kebutuhan ini, konselor efektif perlu memahami dan menerapkan secara kreatif pemahamannya tentang kebutuhan terkuat konseli. Teknik-teknik proyektif merupakan suatu alat yang patut dipakai oleh konselor untuk menafsirkan kebutuhan konseli.

B.      Citra Diri Konseli
Citra diri menunjuk pada pandangan atau pengertian seseorang terhadap dirinya sendiri.
1.    Dimensi-dimensi citra diri
Dimensi pertama citra diri yaitu diri dilihat oleh diri sendiri. Dimensi kedua, yaitu sebagai dilihat oleh orang lain. Dimensi ketiga, yaitu diri-idaman, mengacu pada tipe orang yang saya kehendaki tentang diri saya.
2.    Peranan citra diri
Citra diri itu berbeda dari orang ke orang, maka citra diri dapat dianggap sebagai penunjuk pokok keunikan individu dalam bertingkah laku.
3.    Perkembangan citra diri
Variabel lain yang berpengaruh terhadap perkembangan citra diri adalah lingkungan nonmaterialistik dengan karakteristik masing-masing. Anak-anak yang dibesarkan dalam lingkungan masyarakat materialistik akan dipengaruhi baik oleh kelimpahan atau kekurangan barang-barang duniawi. Sedangkan dalam masyarakat nonmaterialistik, cenderung berisikan pemikiran, gagasan, dan nilai-nilai kebaikan dan keindahan. Oleh karena citra diri itu tumbuh dan berkembang dalam interaksi sosial maka perubahan dan modifikasinya pun terjadi dalam interaksi sosial yang berlangsung sepanjang hidup sesorang. Pemodifikasian citra diri dalm interaksi sosial wajar berlangsung dalam jangka waktu panjang.
Akan tetapi, dalam interaksi sosial terkontrol (misal, pendidikan, pengajaran, dan konseling), perubahan citra diri mengenai bidang tertentu mungkin terjadi dalam tentang waktu tidak terlalu panjang. 


4.    Implikasi dalam konseling
a.        Tujuan konseling dapat difokuskan pada pengembangan citra diri konseli.
b.        Dalam proses konseling, sejalan dengan itu, konselor haruslah melihat bagaimana konseli lihat diri sendiri dan pengalamannya sendiri, dan membicarakan pengalaman-pengalaman konseli itu.
c.        Teknik-teknik umum yang dapat digunakan oleh konselor penganut ancangan apa pun, di antaranya, adalah perubahan lingkungansebagai hal bermanfaat membantu konseli dalam pemodifikasian citra diri ke arah yang lebih dikehendaki.
d.        Keberhasilan-keberhasilan kecil sekalipun akan dapat membantu konseli memperoleh citra diri yang lebih positif, sekurang-kurangnya motivasi ke arah mendapatkan citra diri yang lebih dikehendaki.

C.      PemenuhanKebutuhan Konseli Dengan Citra Diri
1.    Kategori kebutuhan
Kategori kebutuhan yang agak umu dikemukakan oleh George J. Mouly, dan disadur sebagai berikut: (1) kebutuhan fisiologis, meliputi kebutuhan makanan, air, tidur dan istirahat, bergerak, dan seks. (2) kebutuhan psikologis, meliputi kebutuhan kasih sayang, rasa memiliki, berprestasi, mandiri, pengakuan sosial, dan kebutuhan harga diri.
Sedangkan hierarki jenjang kebutuhan yang dikemukakan oleh Maslow (1945):
a.    Physical needs
b.    Safety needs
c.    Love needs
d.    Esteem needs
e.    Self actualization needs
2.    Pemuasan kebutuhan dan pengaruhnya terhadap medan perseptual
Beberapa aspek psikologis yang dapat terpengaruh langsung atas pemuasan pemenuhan kebutuhan adalah medan perseptual, sensitivitas, dan ketekunan. Pemuasan kebutuhan merupakan sebagian dasar penting pembentuk citra diri, dan citra diri menentukan medan perceptual dan  tingkah laku.
Peristiwa flight  from  reality, lari dari kenyataan, dalam taraf yang akut, dapat menetap dalam medan pengalaman individu manakala kebutuhan- kebutuhan kebutuhan selalu terhalang pemuasannya. Kebanyakan individu dapat keluar dari keadaan demikian dengan cara menata kembali kekuatan dan tenaga guna memperkuat ego dan mendapatkan pemuas kebutuhan dalam kehidupan nyata. Akan tetapi, beberapa individu dapat hanyut dan tenggelam dalam khayal sehingga gejala tadi menetap dalam medan pengalamannya. Dalam peristiwa itulah  terjadi karakteristik alam khayal penderita sakit mental tertentu.
3.    Pemuas kebutuhan dan toleransi frustasi
Terdapatdua cara utama pencegahan gejala-gejala yang tidak dikendaki, antara lain:
a.        Pemuasan kebutuhan masa kanak-kanak. Beberapa factor penting bagi pencapaian suatu rasa gembira atau bahagia dan dapat membawa anak-anak kesuatu keadaan penyesuaian baik (G.H Lowrey): 1) keamanan dan suatu perasaan sebagai anggota keluarga dan kelompok sosial, 2) adaptabilitas dan belajar hidup dengan dunia sekitarnya, 3) ekspresi diri dan kebebasan penunjukan individualitas diri, 4) pencapaian sukses dalam hal besar maupun hal kecil.
b.        Toleransi frustasi. Toleransi frustasi didefinisikan sebagai jumlah hambatan yang dapat ditanggung atau ditahanm tanpa menimbulkan kegagalan penyesuaian psikologis. Dengan demikian, toleransi frustasi individu merupakan kapasitas individu menahan frustasi tanpa mendistorsikan medannya dan juga bahwa toleransi tadi mencegah ketidak mampuan individu memikul beban ketegangan yang lebih lama dalam situasi nyata.
4.    Implikasi dalam konseling
a.    Tujuan konseling dapat mengarah terutama pada pemenuhan kebutuhan terkuat individu atau kebutuhan-kebutuhan klien yang tidak mendapatkan pemenuhan secara semestinya dalam situasi natural.
b.    Proses konseling yang ditandai sikap dasar konselor yang penuh penerimaan, pemahaman, keakraban, sangat membantu pemenuhan kebutuhan psikologis konseli.
c.    Proses konseling berupaya membantu konseli mengadakan adaptasi melalui penguatan toleransi frustasi atas ketakajekan pemenuhan kebutuhan tertentu.
d.    Dalam interview konseling, dari segi kebutuhan ini, konselor efektif perlu memahami dan menerapkan secara kreatif pemahamannya tentang kebutuhan terkuat pada konseli.
e.    Teknik-teknik proyektif merupakan suatu alat yang dipakai konselor untuk menafsirkan kebutuhan dan kekurang puasan kebutuhan tertentu konseli.












PRIBADI DAN KETERAMPILAN KONSELOR

A.       Konselor Sebagai Pribadi
Untuk dapat melaksanakan peranan profesional yang unik sebagaimana tuntutan profesi, konselor profesional harus memiliki pribadi yang berbeda dengan pribadi-pribadi yang bertugas membantu lainnya. Konselor dituntuk memiliki pribadi yang lebih mampu menunjang keefektifan konseling. Keberhasilan dalam konseling lebih bergantung pada kualitas pribadi konselor ketimbang kecermatan teknik. Namun bukan berarti bahwa keterampilan konselor tidak penting. Karena keterampilan juga dapat meningkatkan kualitas pribadi konselor pada taraf yang lebih tinggi. Ciri kekhasan konselor : kesadaran akan diri dan nilai-nilai, kesadaran akan pengalaman budaya, kemampuan menganalisis perasaan sendiri, kemampuan menjadi “teladan” dan “orang yang berpengaruh”, altruisme (kesediaan berkorban untuk kepentingan atau kebahagiaan orang lain, penghayatan etik yang kuat, dan tanggung jawab.

1.        Sikap dan Keterampilan Konselor
Sikap dan keterampilan merupakan dua aspek penting kepribadian konselor. Sikap sebagai suatu disposisi tidaklah tampak nyata, tidak dapat dilihat bentuknya secara langsung. Sedangkan keterampilan dapat tampak wujudnya dalam perbuatan.

a.    Sikap dasar konselor
       Penerimaan : mengacu pada kesediaan konselor memiliki penghargaan tanpa menggunakan standar ukuran atau persyaratan tertentu terhadap individu sebagai manusia atau individu secara utuh.
       Pemahaman : konselor diharapkan memiliki pemahaman terhadap konseli.
       Kesejatian dan keterbukaan
b.    Keterampilan dasar konselor
Keterampilan dasar konselor yaitu kompetensi intelektual yang juga merupakan kompetensi komunikasi, kelincahan karsa-cipta, dan pengembangan keakraban.












B.      Keefektifan konselor

Kualitas pribadi, sikap dasar, dan keterampilan konselor merupakan sebagian prasyarat keefektifan konselor.
1.        Faktor-faktor pembeda umum
Shertzer dan Stone (1974) menyebutkan tiga kelompok faktor umum untuk melihat keefektifan konselor, yaitu pengalaman, tipe hubungan konselor, dan faktor-faktor nonintelektif.
2.      Ciri-ciri khusus kemampuan konselor efektif
Eisenberg dan Delaney (1977) mengemukakan secara rinci mengenai ciri-ciri konselor efektif sebagai berikut :
a.     Para helper yang efektif sangat terampil mendapatkan keterbukaan
b.    Para helper yang efektif membangkitkan rasa percaya, kredibilitas, dan keyakinan dari orang-orang yang mereka bantu
c.     Para helper yang efektif mampu menjangkau wawasan luas, seperti halnya mereka mendapatkan keterbukaan.
d.    Para helper yang efektif berkomunikasi dengan hati-hati dan menghargai orang-orang yang mereka upayakan bantu
e.     Para helper yang efektif mengakui dan menghargai diri sendiri dan tidak menyalahgunakan orang-orang yang mereka coba bantu untuk memuaskan kebutuhan pribadi mereka sendiri
f.      Para helper yang efektif mempunyai pengetahuan khusus dalam beberapa bidang keahlian yang mempunyai nilai bagi orang-orang tertentu yang akan dibantu
g.     Para helper yang efektif berusaha memahami, bukannya menghakimi, tingkah lakuorang yang diupayakan bantu
h.     Para helper yang efektif mampu bernalar secara sistematis dan berfikir dengan pola sistem
i.       Para konselor yang efektif berpandangan mutakhir dan memiliki wawasan luas terhadap peristiwa-peristiwa yang berkenaan dengan manusia.
j.      Para helper yang efektif mampu mengidentifikasi pola tingkah laku yang merusak diri dan membantu orang lain untuk berubah dari tingkah laku merusak diri ke pola tingkah laku yang secara pribadi lebih memuaskan
k.    Para helper yang benar-benar efektif sangat terampil membantu orang-orang lain melibat diri sendiri, dan merespon secara tidak desentif terhadap pertanyaan, “Siapakah saya?”
3.      Ciri-ciri khusus perseptual konselor yang baik

a.    Para konselor yang baik lebih cenderung berpersepsi :
       Dari kerangka acuan internal daripada kerangka acuan eksternal.
       Kepada orang daripada benda.




b.      Para konselor yang baik akan mempersepsikan oranglain sebagai :
       Mampu daripada tak mampu
       Patut percaya daripada sangsi
       Peramah daripada tak acuh
       Berguna daripada sia-sia
       Suka membantu daripada suka mengganggu
       Termotivasi secara internal daripada secara eksternal
c.      Para konselor yang baik mempersepsi diri sendiri sebagai:
       Beridentifikasi pada orang daripada menghindari orang
       Memadai daripada tidak berdaya
       Berguna daripada sia-sia
       Terpercaya daripada meragukan


d. Para konselor yang baik mempersepsi tujuan-tujuan mereka sebagai:
       Membebaskan daripada mengendalikan
       Altruistis daripada narisistis
       Memperhatikan makna yang luas daripada yang sempit
       Membuka diri daripada menutup-nutupi diri
       Melibat daripada menghindar
       Berorientasi pada proses daripada berorientasi pada tujuan




























DAFTAR PUSTAKA



AndiMappiare AT.2006. PengantarKonselingdanPsikoterapi. PT.Raja GrafindoPersada: Jakarta