JURNAL
Untuk memenuhi tugas
akhir matakuliah
Landasan Sosial
Budaya BK
Yang dibina oleh
Dr.Andi Mappiare AT.,M.Pd
Oleh:
Yusuf Putra Pratama
Yusuf Putra Pratama
110111405715
BK-B
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN BIMBINGAN KONSELING DAN
PSIKOLOGI
Mei,2012
ABSTRAK
Kecerdasan
tingkat emosional anak dipengaruhi oleh banyak faktor, yang terpenting antara
lain adalah melalui Formulir pengasuhan gaya
pola asuh mempengaruhi emosional
kecerdasan dan
kepribadian anak secara umum, adalah melalui pola asuh demokratis, dan orang
tua yang merupakan pelatih emosi. Pengaruh pola asuh demokratis dan pelatih
emosi, anak-anak hasil kondusif yang percaya diri, mandiri, imajinatif, mudah
beradaptasi dan dibawa menyukai banyak orang. Anak-anak mendapatkan pola asuh
demokratis dan menekankan pelatihan emosi umumnya mereka cenderung nilai
terbaik diperoleh dari akademic, yang menghubungkan lebih baik dengan teman
mereka, tidak mengalami banyak masalah perilaku dan tindak kekerasan tidak
mudah. Orangtua terampil secara emosional, dapat membantu anak untuk
mendapatkan nilai tertinggi dari akademic, yang menghubungkan lebih baik dengan
teman mereka, dapat membantu anak dengan dasar emosional
keterampilan
seperti; belajar bagaimana mengenali, perasaan telah mengeksploitasi, empati
dan perasaan pegangan yang muncul dalam hubungan keluarga.
Kata kunci: gaya orangtua, kecerdasan
emosional, dan perkembangan emosional anak
Pendahuluan
Secara
sekilas, kehidupan sehari-hari menampakkan fenomena yang biasa saja. Bila
dikaji lebih mendalam, ternyata menghadirkan disparitas fenomena yang
menyiratkan banyak persoalan dan memiliki lingkup yang sangat kompleks. Dalam
era global dewasa ini, kompleksitas masalah kehidupan mengalami perubahan yang
cepat sekali. Hal ini memberikan kesan bahwa kehidupan sehari-hari semakin
menggalau dan beraneka. Dengan cara pandang tertentu yang cermat, tajam dan
menyeluruh dapat dimunculkan pertanyaan, mengapa perubahan itu terjadi?
Pertanyaan tersebut membuat fenomana-fenomena menunjukkan keteraturannya. Jika
dalam era globalisasi tidak ada upaya untuk mengantisipasi, manusia dapat larut
dan hanyut di dalamnya.
Berkaitan
dengan itu, perubahan yang cepat mengharuskan adanya pelbagai upaya terhadap
anak agar mereka memiliki kemampuan untuk mengantisipasi, mengakomodasi dan
mewarnainya. Salah satu upaya yang esensial maknanya adalah dengan Gaya
Pengasuhan Orangtua ... (Syuul T. Karamoy) melatih dan mengembangkan emosi.
Upaya ini menunjukkan perlu adanya posisi dan tanggung jawab dari orangtua.
Karena orangtua berkewajiban meletakkan dasar-dasar emosional anak. Kehidupan
keluarga merupakan sekolah pertama untuk mempelajari emosi; dalam lingkungan
yang akrab ini kita belajar bagaimana merasakan perasaan kita sendiri dan
bagaimana orang lain menanggapi perasaan kita.
Sejalan
dengan ini, menurut Dany (2004) dalam materi perkuliahan psikologi lintas
budaya, bahwa kecerdasan emosional meliputi kemampuan untuk memahami dan
mengelola emosi diri sendiri disamping kemampuan mengenali emosi orang lain dan
membina hubungan dengan orang lain sangat dipengaruhi oleh budaya setempat. Pengalaman emosi tergantung pada
interpretasi seseorang mengenai lingkungan dimana emosi itu terbangkitkan. Hal
penting dalam proses yang menghasilkan pengalaman emosi adalah bagaimana
seseorang menginterpretasikan peristiwa-peristiwa di sekitar mereka. Emosi
adalah label dari perilaku atau peristiwa internal individu yang terbangkitkan
pada situasi tersebut.
Seting pendidikan keluarga melalui
gaya pengasuhannya merupakan salah kecerdasan emosional anak. satu wadah
penggodokan emosi dalam budaya tersebut. Emosinya yang tidak berkembang dan
tidak terkuasai, sering membuatnya
berubah-ubah dalam Peran Keluarga. menghadapi persoalan dan bersikap terhadap
orang lain sehingga banyak menimbulkan konflik.
Pandangan-pandangan
tersebut mengimplikasikan bahwa perlakuan-perlakuan pada awal masa kehidupan
itu memandikan, terjadi dalam fingkungan keluarga, sangat memegang peran
penting (kunci) dalam pembentukan struktur dasar kepribadian seseorang. Apa yang dilakukan dan keluarga, diberikan
oleh pihak keluarga menjadi perlakuan sumber perlakuan pertama yang akan
mempengaruhi pembentukan karakteristik pribadi dan perilaku anak. Berdasarkan
paparan dalam latar belakang tersebut, maka penulis ingin merumuskan
permasalahan yang akan dikaji adalah sebagai berikut:
(1) Apa peran
keluarga perkembangan kecerdasan emosional anak? (2) Bagaimana bentuk-bentuk gaya pengasuhan orangtua
dan pengaruhnya terhadap perkembangan kecerdasan emosional anak?
Bertolak
dart rumusan permasalahan di atas maka tujuan penulisan ini adalah: (1) Untuk
memperoleh gambaran yang jelas dan rinci tentang peran keluarga dalam
perkembangan emosional anak.(2) Untuk memperoleh gambaran yang jelas dan rinci
tentang bentuk-bentuk gaya
pengasuhan orangtua dan pengaruhnya terhadap perkembangan emosional anak.
Pembahasan
Konsep - Konsep Gaya
Pengasuhan Orangtua
Sejak
lama keluarga sudah dikenal sebagal Iingkungan pendidikan yang pertama clan
yang utama. Predikat ini mengindikasikan betapa esensialnya peran dan pengaruh
keluarga dalam pembentukan perilaku dan kepribadian anak.
Pandangan yang sangat menghargai
posisi dan peran keluarga, sebenarnya merupakan sesuatu yang istimewa. Pandangan seperti ini sangat logis dan
mudah dipahami karena beberapa alasan berikut ini:
Pertama, keluarga lazimnya merupakan pihak yang
paling awal membedkan banyak perlakuan kepada anak Begitu anak lahir, pihak
keluargalah yang langsung
menyambut dan memberikan layanan interaktif kepeda anak. Hal
ini diwujudkan dalarn bentuk perilaku menyusui, menyayangi, memberi makan,membantuberpakaian,
melindungidan berbagagai bentuk lainnya. Apa yang akan dilakukan dan diberikan
oleh pihak keluarga tersebut menjadi sumber perlakuan pertama yang akan
mempengaruhi pembentukan karakteristik pribadi dan perilaku anak. Menurut
banyak ahli, pengalaman hidup pada mass awal ini akan menjadi fundasi bagi
proses perkembangan dan pembelajaran anak selanjutnya.Goleman (1995) memandang
masa balita sebagai masa emas bagi perkembangan kecerdasan emosional.
Kedua, sebagian besar waktu anak lazimnya dihabiskan di Iingkungan keluarga.
Kalau di sekolah anak menghabiskan waktu sekitar 5-6 jam, maka di rumah anak
bisa menghabiskan waktu sekitar dua kali lipat atau lebih dari itu. Besamya
peluang dan kesempatan interaksi ini akan sangat besar pengaruhnya trhadap
perkembangan anak. Jika kesempatan yang banyak ini diisi dengan hal-hal yang
bermakna dan positif bagi perkembangan anak, maka kecenderungan pengaruhnya
akan positif pula. Tetapi kalau kesempatan yang banyak itu disia-siakan,
apalagi diisi dengan hal-hal yang tidak mendukung perkembangan anak, maka
pengaruhnya bias menjadi sangat lain.
Ketiga,karakteristik hubungan orangtua-anak berbeda dari hubungan
anak dengan pihak-pihak lainnya (guru, teman, dan sebagainya). Orangtua, di
samping anak memiliki ketergantungan secara materi, is juga memiliki ikatan
psikologis tertentu yang sejak dalam kandungan sudah dibangun melalui jalinan kasih
sayang dan pengaruh-pengaruh normatif tertentu. Kualitas hubungan psikologis
ini tidak dimiliki anak dalam berhubungan orang lain, termasuk dengan guru di
sekolah.
Dalam prakteknya, bagaimanapun
pengaruh keluarga itu akan hervariasi. Hal itu
tergantung kepada bentuk, kualitas, dan intensitas perlakuan
yang terjadi, di samping tergantung pula kepada kondisi anak sendiri. Walaupun
ada semacam prinsip-prinsip umum yang dapat dijadikan bahan rujukan oleh
emosional ada orangtua dalam memperlakukan anak, unsur keunikan anak tetap
merupakan hal yang tidak dapat diabaikan.
Tampaknya
sangat sulit untuk memilah-milah perilaku-perilaku apa yang secara khusus
dipengaruhi oleh lingkungan keluarga dan perilaku-perilaku yang dipengaruhi
oleh lingkungan-lingkungan lainnya. Secara teoritis, kita bias saja merumuskan fomiulasi
matematis untuk menghitung bobot pengaruh dari setiap lingkungan tersebut.
Namun secara praktis, kita akan sangat sulit untuk mencari angka-angka nyata
yang diperlukan untuk mengisi formulasi matematis tersebut.
Namun
demikian, bila dilihat dari proses dan materi interaksi yang terjadi pada
masing-masing lingkungan, secara logis dapat diperkirakan, perilaku -perilaku
apa yang terutama dipengaruhi oleh pengaruh lingkungan tertentu. Dalam hal
perkembangan kognisi anak misalnya, lingkungan sekolah akan cenderung lebih
banyak memberikan pengaruh langsung dari pada lingkungan keluarga. Peran
keluarga lebih banyak bersifat memberikan dukungan baik dalam hal penyediaan
fasilitas maupun penciptaan suasana belajar yang kondusif. Sebaliknya, dalam
hal pembentukan perilaku, sikap dan kebiasaan, penanaman nilai, dan perilaku-perilaku
sejenisnya, lingkungan keluarga bisa memberikan pengaruh yang sangat dominan.
Di sini lingkungan keluarga dapat memberikan pengaruh kuat dan sifatnya
langsung. Berkenaan dengan pengembangan aspek-aspek perilaku seperti itu,
keluarga dapat berfungsi langsung sebagai lingkungan kehidupan nyata untuk
mempraktekkan aspek-aspek perilaku tersebut..
Bentuk-Bentuk Gaya Pengasuhan Orangtua
Dan Pengaruhnya Terhadap Perkembangan Kecerdasan Emosional Anak
Gottman dan De Claire(1997)
menyatakan bahwa dalam hubungannya dengan pengembangan kecerdasan emosional ada
4 gaya
pengasuhan orangtua dalam mengasuh anaknya:
(1) orangtua
yang mengabaikan;
(2) orangtua yang tidak menyetujui;
(3) orangtua yang laissez- faire;
(4) orangtua yang
pelatih emosi
Ciri-ciri Orangtua yang Mengabaikan
Ciri-ciri orangtua yang mengabaikan antara lain:
- Mlepaskan diri
atau mngabaikan perasaan-perasaan si anak itu tidak perlu diprhtikn.
- Memperlihatkan
sedikit minat pada apa yang ingin disampaikan oleh si anak.
- Berpendapat
bahwa memusatkan perhatian pada emosi-emosi negatif
- Melihat
emosi-emosi si anak sebagai tuntutan untuk membereskan segala sesuatu
- Percaya bahwa
emosi-emosi negatif berarti bahwa anak itu tidak menyesuaikan diri dengan baik
Akibat gaya ini terhadap anak-anak adalah mereka belajar bahwa
perasaanperasaan mereka keliru, tidak tepat, atau tepat. Boleh jadi mereka
belajar bahwa "dari sananya" ada sesuatu yang salah dengan mereka
karena cara mereka merasa. Boleh jadi mereka menghadapi kesulitan untuk
mengatur emosi-emosi mereka sendiri.
Orangtua yang tidak menyetujui sebetulnya mempunyai banyak persamaan dengan
orangtua yang mengabaikan. Pebedaan kedua orangtua ini terletak pada orangtua
yang tidak menyetujui. tersebut kritis dan tidak berempati saat anak-anak
mereka mengantarkan pengalaman emosionalnya. Orangtua seperti ini bukan sekedar
mengabaikan, menyangkal atau meremehkan emosi-emosi negatif anaknya, tetapi
juga mereka tidak menyetujuinya. Oleh karena itu anak-anak mereka seringkali
dimarahi, ditertibkan, atau dihukum karena mengungkapkan kesedihan, amarah dan
ketakutan.
Ciri-ciri Orangtua yang
Tidak Menyetujui
Ciri-ciri orangtua yang tidak menyetujui antara lain:
- Menilai dan mengacau ungkapan emosional anak.
- Menekankan kepatuhan, terhadap pedoman-pedoman yang baik
atau tingkah laku
yang baik.
- Berpendapat bahwa emosi membuat orang lemah, anak-anak
harus melawan
emosinya supaya
dapat bertahan hidup.
- Memperhatikan ketaatan anak padaorangtua atau guru.
Akibat gaya
ini terhadap perkembangan kecerdasan emosional anak adalah sama dengan gaya orangtua yang
mengabaikan.
Ciri-ciri Orangtua yang
Laissez-faire
Gottman & De Claire (1997) mengartikan orangtua yang laissez-faire
perilaku orangtua yang menerima emosi anak dan berempati pada mereka, tapi
tidak memberikan bimbingan atau menentukan batas-batas pada perilaku anak
mereka.. Ciri-ciri orangtua yang laissez-faire antara lain sebagai berikut:
- Menwarkan
pnghiburan kpada anak yng sedang mengalami prasaan-perasan negatif.
- Terlalu mudah memberikan izin dan tidak menentukan
batas-batas.
- Tidak membantu anak menyelesaikan masalah.
- Tidak mengajarkan anak cara menyelesaikan masalah.
Dampak dari gaya pengasuhan
orangtua yang laissez-faire pada kehidupan emosional anak adalah anak akan suka
berontak, membantah, suka mengamuk, cengeng, egois, kurang percaya diri,
kebingungan, kematangan jiwa sosialnya lambat, ketergantungan, sulit mengatur
emosi, dan sulit berkonsentrasi. Walaupun demikian anak mudah menjalin
persahabatan dan bergaul dengan orang lain
Ciri-ciri Orangtua yang Pelatih Emosi
Bila orang tua yang mengabaikan dan
orang tua yang tidak menyetujui dan orang tua yang laizzez-faire lebih banyak berdampak negatif pada perkembangan
emosionalitas anak, maka tidak demikian halnya dengan gaya pengasuhan orangtua
yang pelatih emosi. Para ahli psikologi dan pendidikan sepakat bahwa orang tua
yang menerapkan gaya melatih emosi dan gaya pengasuhan demokratis, anak-anak
mereka lebih memiliki kematangan dan kecerdasan emosional.
- Menghargai
emosi-emosi negatif anak sebagai -sebuah kesempatan untuk
semakin akrab.
- Sabar menghabiskan waktu dengan anak yang sedang sedih,
marah atau takut tdak
menjadi berang menghadapi emosi-emosi itu.
- Melihat dunia emosi negatif sebagai arena yang panting
dalam mengasuh anak.
- Tidak bingung atau cemas menghadapi ungkapan-ungkapan
emosional anak,
mengatakan apa yang
perlu dilakukan.
- Tidak mengaanggap lucu atau meremehkan perasaan nehatif
anak.
- Menggunakan saat-saat emosional sebagai saat untuk:
mendengarkan, berempati dengan kata-kata yang menyejukkan dan kemesraan,
menawarkan petunjuk tentang mengatur emosi, menentukan batas-batas dan mengajar
ungkapan-ungkapan emosi yang dapat diterima, mengerjakan ketrampilan –
ketrampilan untuk mengatasi masalah.
Sebetulnya orang tua yang
pekatiahan emosi tidak jauh berbeda dengan orang tua yang demokratis, orang tua
memperlakukan anak dengan menerima mereka sebagaimana adanya tetapi tidak
berarti membiarkan anaknya berkembang menurut kemampuannya sendiri tidak
bertindak berlebihan dalam mendidik anak mendorong dan memberikan kesempatan
untuk mandiri menggunakan potensinya secara maksimal, memberikan penghargaan
dalam situasi yang tepat, memberikan
pengarahan dan mengerti secara carmat dan bijaksana.
Pengaruh gaya pengasuahan yang
demikian, memungkinkan menghasilkan anak-anak yang percaya diri, mandiri,
imajinatif mudah beradaptasi, dan disukai banyak orang .melalui penelitianya
Gottman & De Claire (1997) berkesimpulan bahwa anak-anak yang dapat pola
asuh demokratis dan menekankan pelatihan emosi, umumnya mereka memperoleh nilai
akademik yang tinggi, bergaul lebih baik dengan teman-temanya, tidak banyak
mengalami masalah perilaku dan tidak gampang nelakukan tindak kekerasan, serta
secara emosional lebih sehat dan cerdas.
Ada dua jenis pemikiran dalam diri manusia (Goleman,1995).
Peratama, pikiran rasional,digunakan sebagai model pemahaman yang mempunyai ciri
disadari, lebih menonjol kesadarannya, arif, mampu bertindak hati-hati.
Kedua, pikiran emosional. Pikiran emosional menjadikan seseorang dapat bertindak
tidak logis, tidak bijaksana, dan tidak hati-hati. Goleman (1995)
mengatakan bahwa kecerdasan emosional sangat vital dalam kehidupan manusia.
Bahkan emosi menjadi titik pusat jiwa manusia. Kedudukan emosi dalam jiwa
manusia dapat mengalahkan posisi nalar. Pada saat tertentu emosi menuntun
manusia dalam menghadapi situasi kritis dan tugas-tugas yang tidak dapat
dikerjakan dengan akal. Pada umumnya orang beranggapan bahwa penentu
keberhasilan dalam hidup seseorang tergantung pada aspek berpikir rasional.
Menurut Goleman (1995), pandangan ini sebenarnya keliru, sebab dalam
pengambilan keputusan dan tindakan aspek emosi mempunyai peranan yarn penting.
Bahkan, dapat dikatakan emosi lebih penting dari akal. Kecerdasan nalar tidak
berfungsi jika emosi telah menguasai mental manusia. Dalam kehidupan manusia
yang ideal, ada keselarasan antara pikiran emosional dan pikiran rasional.
Pikiran rasional sangat penting bagi pikiran emosional, dan sebaliknya pikiran
emosional sangat penting bagi pikiran rasional. Jika dalam diri manusia pikiran
emosional muncul lebih dominan maka keseimbangan manusia akan goyah. Pikiran
emosional yang dominan akan menguasai pikiran rasional.
Peter Salovey dalam Goleman
(1995) memperluas kecerdasan emosional menjadi lima wilayah utama. Pertama mengenal emosi din, yaitu kesadaran diri
untuk mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. Kedua, mengelola emosi,
yaltu menangani perasaan agar dapat terungkap dengan tepat.
Ketiga, memotivasidiri, yaituupayamengendafikan emosi, menahan diri terhadap
kepuasan dan mengendalikan dorongan hati. Ini dapat menjadi landasan
keberhasilan dalam berbagai bidang. Keempat, mengenali emosi
orang lain dalam bentuk empati kepada orang lain, lebih mampu menangkap
sinyal-sinyal social yang tersembunyi, yang mengisyaratkan apa-apa yang
dibutuhkan memerlukan kesadaran emosional. atau dikehendaki orang lain. Kelima, membina hubungan, yaitu seni
membina hubungan suatu keterampilan mengelola emosi orang lain.
Goleman(1999) mengemukakan pendidikan emosi yang ada di Neuva inti School.
Bahan yang diajarkan adalah self science. Pada dasarnya menitikberatkan pada
perasaan diri sendiri dan perasaan yang muncul sebagai akibat adanya interaksi
dengan orang lain. Unsur utama self science adalah kesadaran diri, pengambilan
keputusan pribadi, mengelola perasaan, menangani stress, empati, komunikasi,
membuka diri, pemahaman terhadap pola-pola dalam kehidupan emosional, menerima
diri sendiri, tanggung jawab pribadi, ketegasan, dinamika kelompok, dan
menyelesaikan konflik.
Menurut Goleman (1995), unsur
utama mengembangkan kecerdasan emosional meliputi: (1) keyakinan pernikahan.
(perasaan optimis berhasil), (2) rasa ingin tahu
(perasaan ingin menyelidiki sesuatu yang positif dan menyenangkan),
(3) niat (hasrat dan kemauan untuk berhasil dengan tekun, perasaan terampil,
dan perasaan efektif), (4) kendali diri (kemampuan untuk menyesuaikan dan
mengendalikan tindakan), (5) keterkaitan (kemampuan untuk melibatkan diri
dengan orang lain), (6) kecakapan berlandaskan cinta (keyakinan dan kemampuan
verbal untuk bertukar gagasan, perasaan, dan konsep dengan orang lain), dan (7)
kooperatif (kemampuan untuk menyeimbangkan kebutuhannya sendiri dengan
kebutuhan orang lain dalam kegiatan kelompok).
Seting
pendidikan keluarga melalui gaya
pengasuhan orangtua adalah merupakan salah satu wadah penggodokan emosi (pendidikan
kecerdasan emosional). Pembelajaran emosi itu di mulai pada saat-saat awal kehidupan,
konsep latihan emosi merupakan konsep sederhana yang didasarkan pada akal sehat
dan berakar pada perasaan terdalam kita yaitu kasih sayang dan empati terhadap
anak-anak Pelatihan emosi merupakan seni yang memerlukan kesadaran emosional.
Semua pergaulan kecil antara
orangtua dan anak mempunyai makna emosional yang tersembunyi dan dalam
pengulangan pesan-pesan ini selama bertahun-tahun, anak-anak membentuk inti pandangan
serta kemampuan emosionalnya.
Sehubungan dengan hal ini maka,
intinya adalah dalam membentuk satu keluarga harus dipersiapkan dengan matang.
Dalam pengertian psikologis, keluarga adalah sekumpulan orang yang hidup
bersama dalam tempat tinggal bersama dan masing-masing anggota merasakan adanya
pertautan batin sehingga terjadi saling mempengaruhi, dan sating memperhatikan
satu dengan yang lain. Sedangkan dalam pengertian pedagogis keluarga adalah
satu persekutuan hidup yang dijalin oleh kasih sayang antara pasangan dua jenis
manusia yang dikukuhkan oleh pernikahan.
Menjadi orangtua yang baik bagi
anak hendaknya berusaha membina ikatan-ikatan emosional yang lebih kuat dengan
anak, dengan demikian menolong anak mengembangkan suatu tingkat kecerdasan
emosional yang tinggi. Semua orangtua melalui gaya pengasuhannya dapat menjadi pelatih
emosi bagi anak-anaknya dengan berlandaskan cinta dan kasih. Berusaha
menyisihkan waktu untuk mendengarkan dengan penuh empati, tanpa mengadili.
Implimentasi kecerdasan emosional
dalam seting pendidikan keluarga yaitu melalui gaya
pengasuhan orang tua yang menerapkan gaya
pengasuhan demokratis dan pelatih emosi. Bentuk gaya pengasuhan yang demokratis dan pelatih
emosi perilaku orangtua yaitu : mengontrol, hangat, rasional dan secara verbal
menghargai disiplin, kepercayaan diri juga keunikan. Sedangkan karakteristik
anak yang diasuh oleh orangtua demokratis dan pelatih emosi yaitu : mandiri,
bertanggung jawab secara sosial, memiliki kendali diri, bersifat eksploratif
dan percaya diri. Anak-anak yang dibesarkan dalam keluarga yang demokratis
memperlihatkan penyesuaian diri yang lebih balk, anak-anak yang dibesarkan dalam
keluarga yang pelatih emosi mereka menjadi sangat terlatih dalam seni menghibur
did dan mereka dapat tetap tenang meskipun mendapat tekanan batin, juga membuat
mereka berkurang kemungkinannya untuk bertindak keliru. Orangtua pelatih emosi
secara konsisten tanggap terhadap anakanak mereka.
Itulah
sebabnya gaya pengasuhan orangtua yang
demokratis dan pelatih emosi hendaknya dimiliki oleh setiap orangtua, karena gaya ini membuat ikatan
emosional antara orangtua dengan anak menjadi kuat, oleh karena itu anakanak
lebih tanggap terhadap permintaanpermintaan orangtua. Anak-anak ini melihat
orangtua sebagai orang-orang yang dapat dipercayai, sehingga mereka ingin
menyenangkan dan tidak mengecewakan orangtuanya. Ketika anak -anak merasa akrab
secara emosional dengan orangtua dan orangtua memanfaatkan ikatan ini untuk
menolong anak-anak mengatur perasaan-perasaan mereka dan menyelesaikan
masalahmasalah maka terjadilah hal-hal yang baik, seperti misalnya anak
suka/senang mengemukakan masalah-masalah yang dihadapinya kepada orangtua,
sehingga terjalin hubungan yang akrab antara orangtua dan anak, anak suka
terbuka kepada oangtua dalam menyelesaikan masalah sampai menemukan solusi yang
baik.
PENUTUP
Berdasarkan
pada pembahasan yang telah diuraikan ferdahulu maka dapat ditarik beberapa
kesimpulan sebagai sebaigai berikut:
1. Tingkat kecerdasan emosional anakdipengaruhi oleh banyak
faktor, diantaranya
yang terpenting
adalah melalui gaya
pengasuhan orangtua.
2. Bentuk gaya
pengasuhan orangtua yang mempengaruhi kecerdasan emosional anak
dan kepribadian secara umum, adalah melalui gaya pengasuhan yang
demokratis,
dan orang tua yang pelatih emosi.
3. Pengaruh gaya
pengasuhan yang demokratis dan pelatih emosi, memungkinkan
menghasilkan
anakanak yang percaya diri, mandiri, imajinatif, mudah beradaptasi
dan disukai banyak
orang.
4. Anak-anak yang mendapat gaya pengasuhan demokratis dan menekankan
pelatihan
emosi umumnya mereka cenderung memperoleh
nilai akademik yang tinggi,
bergaul lebih baik
dengan teman-temannya, tidak banyak mengalami masalah
perilaku dan tidak
gampang melakukan tindak kekerasan.
5. Orangtua yang terampil secara emosional, dapat membantu
anak dengan memberi
dasar keterampilan
emosional seperti;belajar bagaimana mengenali, memanfaatkan
perasaanperasaan, berempati dan menangani
perasaan-perasaan yang muncul
dalam hubungan
keluarga.
DAFTAR RUJUKAN
Goleman, D. 1995.
Emotional Intelligence: Why it can matter more than IQ. Bantam Books. New York .
1995. Kecerdasan
Emosi Untuk Mencapai Puncak Prestasi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta .
1999. Working with Emotional Intelligence. Bloomsbury Plc. London . 2001. Kecerdasan
Emosional. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta .
Gottman, J., dan De Claire, J. 1997. Kiat-kiat Membesarkan
Anak yang Memiliki
Kecerdasan
Emosional Gramedia Pustaka Utama. Jakarta .
Playtech Casino Online (2021) - Casino Roll
BalasHapusPlaytech 10벳 Casino 돈포차 online 바카라시스템배팅법 is operated 코인 일정 사이트 by the Malta Gaming Authority and it has a license from the Malta Gaming Authority. 벳 365 가상 축구 Playtech casino games